KESEHATAN MENTAL PADA
SETIAP TAHAP PERKEMBANGAN
MAKALAH
Diajukan Untuk Tugas Terstruktur Pada Mata Kuliah Psikologi Abnormal dan kesehatan mental
Dosen Pegampu :
Witrin Gamayanti, M. Psi
Oleh :
Nama : Dedi Mulyana
NIM : 1136000028
Kelas : IV B
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2015/1436H
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dalam setiap tahap perkembangan manusia terdapat kriteria
sehat mental, kesehatan mental pada anak berbea dengan sehat mental pada
remaja, begitu pula berbeda dengan dewasa. Dimana kesehatan mental yang normal pada
setiap tahap perkembangan.
Sedangkan yang dimaksud Kesehatan
mental adalah terhindarnya seseorang dari keluhan dan gangguan mental baik
berupa neurosis maupun psikosis (penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial).
Mental yang sehat tidak akan mudah terganggu
oleh Stressor (Penyebab terjadinya stres) orang yang memiliki mental sehat
berarti mampu menahan diri dari tekanan-tekanan yang datang dari dirinya
sendiri dan lingkungannya. Noto Soedirdjo, menyatakan bahwa ciri-ciri orang
yang memiliki kesehatan mental adalah Memiliki kemampuan diri untuk bertahan
dari tekanan-tekanan yang datang dari lingkungannya. Sedangkan menurut Clausen
Karentanan (Susceptibility) Keberadaan seseorang terhadap stressor berbeda-beda
karena faktor genetic, proses belajar dan budaya yang ada dilingkungannya, juga
intensitas stressor yang diterima oleh seseorang dengan orang lain juga
berbeda.
Mental
sehat manusia dipengaruhi oleh faktor internal dan external. Keduanya saling
mempengaruhi dan dapat menyebabkan mental yang sakit sehingga bisa menyebabkan
gangguan jiwa dan penyakit jiwa.
Kesehatan mental merupakan keinginan
wajar bagi setiap manusia seutuhnya, tapi tidaklah mudah mendapatkan kesehatan
jiwa seperti itu. Perlu pembelajaran tingkah laku, pencegahan yang dimulai
secara dini untuk mendapatkan hasil yang dituju oleh manusia. Untuk
menelusurinya diperlukan keterbukaan psikis manusia ataupun suatu penelitian
secara langsung atau tidak langsung pada manusia yang menderita gangguan jiwa.
Pada dasarnya untuk mencapai manusia dalam segala hal diperlukan psikis yang
sehat. Sehingga dapat berjalan menurut tujuan manusia itu diciptakan secara
normal.
Jadi Kesehatan mental adalah
keserasian atau kesesuaian antara seluruh aspek psikologis dan dimiliki oleh
seorang untuk dikembangkan secara optimal agar individu mampu melakukan
kehidupan-kehidupan sesuai dengan tuntutan-tuntutan atau nilai-nilai yang
berlaku secara individual, kelompok maupun masyarakat luas sehingga yang sehat
baik secara mental maupun secara sosial.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kesehatan Mental pada Anak
Pada usia 5-7 tahun, Usia ini adalah usia
sekolah awal. Anak mulai masuk Taman Kanak-kanak. Ia memulai untuk berusaha
berdiri sendiri di dunia luarnya. Ia tidak lagi berada di sisi ibunya
terus-menerus. Di TK ia akan mulai berlatih berbagai keterampilan. Kemampuan
melihat, menerima pengertian, berpikir, berbahasa, yang masih sederhana akan
dikembangkan dengan berhadapan langsung dengan dunia luar. Hal-hal yang dialaminya secara langsung akan
semakin banyak dan semakin bervariasi.
Aktifitasnya
akan meningkat, dan porsi waktu yang semula ia habiskan dalam rumah saja
bergeser menjadi banyak di luar rumah. Dan ia juga akan melihat dunia yang
melibatkan lebih banyak orang, dengan berbagai perilakunya. Di sinilah
orang tua sering menjadi cemas, sebab
khawatir perilaku orang lain akan
memberi pengaruh yang tidak baik bagi anak.
Dalam
proses mengasah ketrampilan ini, setiap anak memiliki kecepatan yang
berbeda-beda, walaupun anak itu sebenarnya normal. Di sinilah peran ibu / orang
tua cukup besar. Kadang kala ibu merasa cemas dan “senewen” melihat anaknya
kurang cepat dibanding anak lain, dan akhirnya menyuruh anak untuk lebih cepat.
Ini kadang malah berakibat anak menjadi
semakin tegang dan bertentangan dengan ibunya.
Hal
lain yang sering dilakukan ibu adalah mengambil alih tugas mengerjakan pekerjaan rumah atau prakarya yang diberikan
gurunya. Pengambilalihan ini bisa juga berupa menyuruh kakaknya yang lebih besar
untuk mengerjakannya. Memang akhirnya si anak akan mengumpulkan hasil karya
yang baik, mungkin malah paling baik di kelasnya, dan memperoleh nilai yang
tinggi, akan tetapi hal ini sebenarnya malah berakibat tidak baik bagi
perkembangan anak. Anak akan menjadi tidak bertambah terampil (malah ibu atau
kakaknya yang tambah terampil), dan secara tidak sadar akan menanamkan pada
anak bahwa ia tidak perlu repot-repot
karena akan selalu dibantu ibunya.
Fungsi sekolah yang bertujuan untuk membentuk tanggung jawab,kewajiban,
dan keterampilan pun tidak tercapai
sebagaimana direncanakan. Hal yang mungkin terjadi juga, si anak dapat menjadi
terbiasa menyalahgunakan kasih ibunya itu dengan berlambat-lambat dalam
melakukan suatu tugas, dengan harapan akan diambil alih oleh ibunya.
Pertentangan
lain yang sering terjadi juga di usia ini adalah pertentangan antara pengaruh
ayah dan pengaruh ibu. Pada usia ini, di mana dunia si anak sudah mulai meluas
dan ia mulai bisa membedakan banyak orang, ia akan dapat melihat ayah dan
ibunya sebagai orang yang berbeda. Jika ia melihat bahwa ayahnya mengharapkan
lain dengan apa yang ibunya harapkan, ia
akan mengalami pertentangan, sebab tidak mungkin baginya memenuhi
harapan keduanya sekaligus. Hal ini dapat memberikan pengaruh buruk pada usahanya untuk melepaskan diri dari
ketergantungan dan berdiri sendiri.
Pada usia 7-11 tahun, keseimbangan antara
ketergantungan dan mampu berdiri sendiri mulai tampak. Anak (terutama anak
laki-laki) akan semakin senang bermain sendiri / bersama temannya di luar
rumah. Pada saat anak ini bermain, ia secara tak sadar sebenarnya sedang
berusaha melepaskan ketergantungannya dengan ibunya di rumah, dan berdiri
sendiri bersama teman-temannya di sekitar rumah. Seorang anak laki-laki di usia
ini, jika masih memperlihatkan ketergantungan
secara terang-terangan terhadap ibunya, malah merupakan hal yang tidak
normal dan harus diwaspadai.
Di saat seorang anak masuk Sekolah
Dasar, ia mengalami peralihan antara bermain dengan “bekerja”. Perkembangan
yang terjadi selain berusaha berdiri sendiri, juga sudah mulai rasa tanggung
jawab dan memiliki kewajiban terhadap tugas belajarnya di sekolah. Di sini
peranan sekolah selain mengajarkan ilmu pengetahuan ,adalah memberi tugas-tugas
yang merangsang perkembangan tanggung
jawab dan rasa punya kewajiban . Tugas dari sekolah diarahkan untuk merangsang
inisiatif dan kemampuan berusaha mengatasi masalah yang dihadapi. Kadangkala
orang tua ingin memberikan anak suatu masa kanak-kanak yang menyenangkan,
sehingga akibatnya mereka malah terlalu melonggarkan anak dari kewajiban dan tugas yang diberikan dari sekolah. Orang
tua kadangkala malah mengajak anak bermain-main
dan tidak mengharuskan si anak mengerjakan tugas sekolah. Ini malah berakibat anak tidak dapat belajar disiplin
dalam mengerjakan sesuatu. Sering terjadi juga orang tua mengerjakan tugas
sekolah si anak, dengan berbagai alasan. Ada yang beralasan agar si anak tidak
terlalu repot, atau agar si anak punya nilai yang bagus, dan lain
sebagainya. Hal ini tidaklah baik, sebab
malah akan mengakibatkan si anak
terhambat perkembangannya.
Selain
itu, anak juga akan mulai banyak bergaul dengan teman sebayanya. Mulanya ia
akan tetap berbaur dengan laki-laki dan perempuan, tapi lama-kelamaan mereka
akan berkelompok sejenis. Anak laki-laki akan banyak melakukan aktifitas yang
dilarang, misalnya bermain di tempat yang dilarang. Hal ini mereka lakukan
karena mau menunjukkan sikap jantannya. Hal ini tidak perlu menjadi kekuatiran
yang berlebihan selama kenakalan mereka
tidak keterlaluan dan tidak membahayakan. Akan tetapi tentunya juga tidak
berarti orang tua bisa melepas begitu saja.
B.
Kesehatan Mental pada Remaja
Remaja
adalah waktu manusia
berumur belasan tahun. Pada masa remaja manusia
tidak dapat disebut sudah dewasa tetapi tidak dapat pula
disebut anak-anak.
Masa remaja adalah masa peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa.
Remaja merupakan masa peralihan antara masa
anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun sampai 21 tahun.
Menurut psikologi,
remaja adalah suatu periode transisi dari masa awal anak anak hingga masa awal
dewasa, yang dimasuki pada usia kira kira 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada
usia 18 tahun hingga 22 tahun. Masa remaja bermula pada perubahan fisik yang
cepat, pertambahan berat dan tinggi badan yang dramatis, perubahan bentuk
tubuh, dan perkembangan karakteristik seksual seperti pembesaran buah dada,
perkembangan pinggang dan kumis, dan dalamnya suara. Pada perkembangan ini,
pencapaian kemandirian dan identitas sangat menonjol (pemikiran semakin logis,
abstrak, dan idealistis) dan semakin banyak menghabiskan waktu di luar
keluarga.
Dilihat dari bahasa inggris
"teenager", remaja artinya yakni manusia berusia belasan tahun.Dimana
usia tersebut merupakan perkembangan untuk menjadi dewasa. Oleh sebab itu orang tua
dan pendidik sebagai bagian masyarakat
yang lebih berpengalaman memiliki peranan penting dalam membantu perkembangan
remaja menuju kedewasaan Remaja
juga berasal dari kata latin "adolensence" yang berarti tumbuh atau
tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi
yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial,
dan fisik
(Hurlock, 1992). Remaja memiliki tempat di antara anak-anak
dan orang tua karena sudah tidak termasuk golongan anak tetapi belum juga
berada dalam golongan dewasa atau tua.
Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja
menunjukkan dengan jelas sifat transisi
atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki
status anak. Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004: 53) masa remaja
adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan
semua aspek / fungsi untuk memasuki masa dewasa.Masa remaja berlangsung antara
umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan
22 tahun bagi pria. Sedangkan menurut Zakiah
Darajat (1990: 23) remaja adalah: Masa peralihan di antara masa kanak-kanak dan
dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan
fisiknya maupun perkembangan psikisnya.
Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau
bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang. Hal senada
diungkapkan oleh Santrock (2003: 26) bahwa remaja (adolescene) diartikan
sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang
mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Batasan usia
remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun.
Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas
tiga, yaitu :
- 12 – 15 tahun
- masa remaja awal, 15 – 18 tahun
- masa remaja pertengahan, dan 18 – 21 tahun
- masa remaja akhir.
Tetapi Monks, Knoers, dan Haditono membedakan
masa remaja menjadi empat bagian, yaitu masa pra-remaja 10 – 12 tahun, masa
remaja awal 12 – 15 tahun, masa remaja pertengahan 15 – 18 tahun, dan masa
remaja akhir 18 – 21 tahun (Deswita, 2006:192) Definisi yang dipaparkan oleh
Sri Rumini & Siti Sundari, Zakiah Darajat, dan Santrock tersebut
menggambarkan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak
dengan masa dewasa dengan rentang usia antara 12-22 tahun, dimana pada masa
tersebut terjadi proses pematangan baik itu pematangan fisik, maupun
psikologis.
Dalam psikologi
perkembangan remaja dikenal sedang dalam fase pencarian jati diri yang penuh
dengan kesukaran dan persoalan. Fase perkembangan remaja ini berlangsung cukup
lama kurang lebih 11 tahun, mulai usia 11-19 tahun pada wanita dan 12-20 tahun
pada pria. Fase perkebangan remaja ini dikatakan fase pencarian jati diri yang
penuh dengan kesukaran dan persoalan adalah karena dalam fase ini remaja sedang
berada di antara dua persimpangan antara dunia anak-anak dan dunia orang-orang
dewasa.
Secara tradisional masa remaja
dianggap sebagai periode “badai dan topan”, suatu masa dimana ketegangan emosi
meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Ciri perkembangan psikologis remaja adalah
adanya emosi yang meledak-ledak, sulit dikendalikan, cepat depresi (sedih,
putus asa) dan kemudian melawan dan memberontak. Emosi
tidak terkendali ini disebabkan oleh konflik peran yang senang dialami remaja.
Oleh karena itu, perkembangan psikologis ini ditekankan pada keadaan emosi
remaja.
Keadaan emosi pada masa remaja
masih labil karena erat dengan keadaan hormon. Suatu saat remaja dapat sedih
sekali, dilain waktu dapat marah sekali. Emosi remaja lebih kuat dan lebih
menguasai diri sendiri daripada pikiran yang realistis. Kestabilan emosi remaja
dikarenakan tuntutan orang tua dan masyarakat yang akhirnya mendorong remaja
untuk menyesuaikan diri dengan situasi dirinnya yang baru. Hal tersebut hampir
sama dengan yang dikemukakan oleh Hurlock (1990), yang mengatakan bahwa kecerdasan emosi
akan mempengaruhi cara penyesuaian pribadi dan sosial remaja. Bertambahnya
ketegangan emosional yang disebabkan remaja harus membuat penyesuaian terhadap
harapan masyarakat yang berlainan dengan dirinya.
Ada dua faktor yang mempengaruhi mental
remaja, yaitu :
A. Faktor Internal
Internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang seperti sifat, bakat, keturunan dan sebagainya. Contoh sifat yaitu seperti sifat jahat, baik, pemarah, dengki, iri, pemalu,pemberani, dan lain sebagainya. Contoh bakat yakni misalnya bakat melukis, bermain musik, menciptakan lagu, akting, dan lain-lain. Sedangkan aspek keturunan seperti turunan emosi, intelektualitas, potensi diri, dan sebagainya.
B. Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang berada di luar diri seseorang yang dapat mempengaruhi mental seseorang. Lingkungan eksternal yang paling dekat dengan seorang manusia adalah keluarga seperti orang tua, anak, istri, kakak, adik, kakek-nenek, dan masih banyak lagi lainnya.
Faktor luar lain yang berpengaruh yaitu seperti hukum, politik, sosial budaya, agama, pemerintah, pendidikan, pekerjaan, masyarakat, dan sebagainya. Faktor eksternal yang baik dapat menjaga mental seseorang, namun faktor external yang buruk / tidak baik dapat berpotensi menimbulkan mental tidak sehat.
Internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang seperti sifat, bakat, keturunan dan sebagainya. Contoh sifat yaitu seperti sifat jahat, baik, pemarah, dengki, iri, pemalu,pemberani, dan lain sebagainya. Contoh bakat yakni misalnya bakat melukis, bermain musik, menciptakan lagu, akting, dan lain-lain. Sedangkan aspek keturunan seperti turunan emosi, intelektualitas, potensi diri, dan sebagainya.
B. Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang berada di luar diri seseorang yang dapat mempengaruhi mental seseorang. Lingkungan eksternal yang paling dekat dengan seorang manusia adalah keluarga seperti orang tua, anak, istri, kakak, adik, kakek-nenek, dan masih banyak lagi lainnya.
Faktor luar lain yang berpengaruh yaitu seperti hukum, politik, sosial budaya, agama, pemerintah, pendidikan, pekerjaan, masyarakat, dan sebagainya. Faktor eksternal yang baik dapat menjaga mental seseorang, namun faktor external yang buruk / tidak baik dapat berpotensi menimbulkan mental tidak sehat.
Menurut Mappiare (dalam Hurlock, 1990) remaja
mulai bersikap kritis dan tidak mau begitu saja menerima pendapat dan perintah
orang lain, remaja menanyakan alasan mengapa sesuatu perintah dianjurkan atau
dilarag, remaja tidak mudah diyakinkan tanpa jalan pemikiran yang logis. Dengan
perkembangan psikologis pada remaja,
terjadi kekuatan mental, peningkatan kemampuan daya fikir, kemampuan mengingat
dan memahami, serta terjadi peningkatan keberanian dalam mengemukakan pendapat.
Manusia pada
masa remaja yang sedang mencari jati dirinya membuat emosinya menjadi sangat
labil dan mudah terganggu kesehatan mentalnya.
Kriteria remaja yang bermental sehat adalah sebagai berikut :
1. Dapat menerima perubahan – perubahan yang terjadi pada dirinya dengan lapang dada
2. Dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya (teman sebayanya)
3. Dapat mengatasi gejolak-gejolak seksualitasnya
4. Mampu menemukan jati dirinya dan berprilaku sesuai jati dirinya tersebut
5. Dapat menyeimbangkan pengaruh orang tua dan pengaruh teman sebayanya
6. Dapat mengaktualisasikan kemampuannya baik dalam sekola maupun lingkungan sosialnya
7. Tidak mudah goyah apabila terjadi konflik-konflik yang membutuhkan penyelesaian dengan pikiran yang jernih
8. Memiliki cita-cita atau tujuan hidup yang dapat di kejar dan di wujudkan untuk memotivasi diri menjadi seorang yang berguna
9. Memiliki integrasi kepribadian
10. Memiliki perasaan aman dan perasaan menjadi anggota kelompoknya
Kriteria remaja yang bermental sehat adalah sebagai berikut :
1. Dapat menerima perubahan – perubahan yang terjadi pada dirinya dengan lapang dada
2. Dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya (teman sebayanya)
3. Dapat mengatasi gejolak-gejolak seksualitasnya
4. Mampu menemukan jati dirinya dan berprilaku sesuai jati dirinya tersebut
5. Dapat menyeimbangkan pengaruh orang tua dan pengaruh teman sebayanya
6. Dapat mengaktualisasikan kemampuannya baik dalam sekola maupun lingkungan sosialnya
7. Tidak mudah goyah apabila terjadi konflik-konflik yang membutuhkan penyelesaian dengan pikiran yang jernih
8. Memiliki cita-cita atau tujuan hidup yang dapat di kejar dan di wujudkan untuk memotivasi diri menjadi seorang yang berguna
9. Memiliki integrasi kepribadian
10. Memiliki perasaan aman dan perasaan menjadi anggota kelompoknya
C. Kesehatan Mental pada Dewasa dan Usia lanjut
Orang dewasa merupakan kelompok usia
yang perlu memperoleh perhatian dari berbagai bidang keilmuan. Namun demikian,
problem-problem kesehatan, khususnya kesehatan mental dikalangan mereka juga
makin kompleks. Orang dewasa dan lanjut usia termasuk kelompok yang memiliki
masalah dengan kesehatan mental. Orang dewasa, yaitu yang usianya di bawah 55
tahun, banyak mengalami masalah sehubungan dengan problem keluarga dan
pekerjaan. Yang sangat banyak dihadapi oeleh mereka adalah konflik-konflik
keluarga, peran sosial keluarganya, pengasuhan anak, pertanggung jawaban sosial
ekonomi keluarga dan dunia kerja.
Dikalangan orang lanjut usia, problem kesehatan mental juga
perlu memperoleh perhatian. Problem yang umum terjadi adalah depresi. Karena
terjadinya penurunan relasi sosial dan peran-peran sosial, dan kemungkinan
adanya fakto genetik, depresi di kalangan lansia sering terjadi. Demikian
jugademensia, yaitu penurunan kemampuan kognitif secaraprogresif, di kalangan
lansia ini banyak di jumpai. Gangguan mental lain yang di alami banyak lansia
adalah obsesif, kecemasan, hilangnya relasi sosial dan pekerjaan. Pencegahan
itu menghindari terjadinya resiko lebih buruk bagi kalangan orang dewasa dan
lansia sehubungan dengan kesehatan mentalnya. Pecegahan, di lakukan dengan
melibatkan banyak pihak, termasuk keluarganya sendiri.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
kesehatan mental adalah terhindarnya
orang dari gejala - gejala gangguan jiwa serta mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan
diri dengan diri sendiri, dengan orang lain maupun dengan masyarakat dimana
seseorang itu berada dan bisa mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi,
bakat dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin untuk mewujudkan suatu
keharmonisan yang sungguh - sungguh antara fungsi - fungsi jiwa, serta
mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem - problem biasa yang terjadi,
dan merasakan secara positif kebahagian dan kemampuan dirinya sendiri
Kesehatan mental merupakan faktor
terpenting untuk menjalankan kehidupan manusia secara normal. Psikis manusia
jika tidak dijaga akan menimbulkan suatu gangguan jiwa yang lambat laun
dibiarkan akan menjadi suatu beban yang berat bagi penderitanya. Di antara
gangguan jiwa meliputi Somatofarm, kelainan kepribadian, Psikoseksual, gangguan
penggunaan zat-zat dan gangguan kecemasan dan sebagainya, yang dari gangguan
jiwa itu disebabkan karena ada faktor yang mempengaruhinya meliputi factor
internal dan eksternal, juga dapat disebabkan karena pengalaman awal, proses pembelajaran,
dan kebutuhan. Dengan adanya gangguan jiwa karena pengaruh tersebut dibutuhkan
terapi penyembuhan sampai manusia dinyatakan benar-benar sehat baik jasmani
maupun psikisnya.
DAFTAR PUSTAKA
Hurlock,
E. (2002). Psikologi Perkembangan. Jakarta:
Erlangga
Sunarto
& Agung, Hartono. (2002). Perkembangan
Peserta Didik. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Willis,
Sofyan. (2005). Remaja dan Masalahnya.
Bandung : Alfabeta
Yusuf,
Syamsu & Nurihsan, Juntika. (2005). Landasan
Bimbingan dan Konseling. Bandung : Remaja Rosdakarya
Yusuf,
Syamsu (2004). Psikologi Perkembangan
Anak & Remaja. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Notosoedirjo,
Moeljono. 2000. Kesehatan Mental. Malang:
Universitas Muhammadiyah
Sarwono,
Sarlito Wirawan. 1986. Pengantar Umum
Psikologi. Bandung: Bulan Bintang.
Artikel kesehatan terbaru
BalasHapusartikelnya bermanfaat bagi banyak orang dan mudah di pahami,makasih penulis
oke sama sama
Hapusassalamualikum.. izin cop[as yaah
BalasHapusoke sama sama
BalasHapusMirisnya isu kesehatan mental masih melekat stigma negatif bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, jadi bagi yang mengalami penyakit mental merasa minder saat mau menggunakan layanan kesehatan mental. Tapi katanya dengan membaca artikel psikoedukasi secara intensif mampu menurunkan stigma sosial dan pribadi yang disematkan pada pengguna layanan kesehatan mental secara signifikan. Ini penelitiannya.
BalasHapus