ILMU ‘ILAL AL-HADITS
MAKALAH
Diajukan Untuk
Tugas Terstruktur Pada Mata Kuliah Ulumul Hadits
Dosen Pegampu :
Ujang rohman,
M.Ag
Oleh :
Nama : Dedi Mulyana
NIM : 1136000028
FAKULTAS
PSIKOLOGI
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2014/1436H
BAB I
PENDAHULUAN
Ilmu ‘ilal al- hadis adalah Ilmu yang membahas sebab-sebab
tersembunyinya shahih atau tidak shahinya suatu hadis, hal ini yang dapat
menyebabkan cacatnya hadis yang secara lahiriah barangkali
tidak kelihatan.
Menurut pendapat lain juga, ‘ilal al-Hadis adalah ilmu yang menerangkan sebab
yang tersembunyi, tidak nyata, dan dapat mencacatkan hadis yaitu menyambung
yang munqathi’, merafa’kan yang mawquf, mamasukkan suatu hadis kedalam hadis
yang lain dan yang serupa itu. Semuanya ini bila diketahui, dapat merusakkan
suatu hadis, ilmu ini semulia-mulia ilmu yang bekaitan dengan hadis dan
sehalus-halusnya tidak dapat diketahui penyakit-penyakit hadis melainkan oleh
ulama yang mempunyai pengetahuan yang sempurna tentang martabat-martabat perawi
dan mempunyai ingatan yang kuat terhadap sanad dan matn hadis.
Diantara ulama yang menulis ilmu ini ialah :
- Ibnul Madaniy ( 234 H )
- Ibnu Abi Hatim ( 327 H )
Kitab beliau ini disebut kitab ’ilal al-hadis dan
diantara yang menulis kitab ini adalah al-Imam Muslim ( 261 H ),
ad-Daraquthny ( 375 H ) dan Muhammad ibn Abdillah al-Hakim.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian ‘Ilal Al-Hadis
Menurut bahasa i’lal adalah penyakit المرض ) ) yang berasal dari kata ‘ulla-ya’illa-i’talan
( علّ
– يعلّ – واعتلّ ) artinya penyakit yang disebabkan karena cacat dan di
qiyaskan dengan kata ma’alun-mu’allalun ( معل -
معلل ).
Akan tetapi sebagian Ulama hadis dan
sebagian ahli bahasa kata ma’lul
( معلول
) jarang menggunakan kata ini.
Sementara itu menurut pendapat lain hadis ’ilal ism maf’ul ( معلول ) dari mu’al atau yang
dicacatkan. Adapun nama lain dari mu’al ( معل ) adalah ma’alun dan
mu’alalun ( معلل
). Kata mu’alalun (
معلل )banyak dipakai Ulama hadis, sedangkan ma’lulun ( معلول )jarang
dipakai, disebabkan penggunaan bahasa yang dinilai dhaif atau lemah secara
bahasa.
Pendapat lain mengatakan ’ilal hadis secara bahasa artinya penyakit, sebab
alasan atau halangan. Dengan demikian, tidak ’ilalnya hadis tersebut tidak
berpenyakit, tidak ada sebab yang melemahkannya dan mengahalanginya.
Sedangkan menurut istilah ’ilal adalah suatu sebab yang tidak nampak atau
samar-samarnya yang dapat mencacatkan keshahihan suatu hadis. Dengan demikian,
jika dikatakan hadis tersebut tidak ber’ilal, berarti hadis tersebut tidak
memiliki cacat, adapun yang dimaksud samar-samar, karena jika dilihat dari segi
lahirnya, hadis tersebut terlihat shahih. ’Ilal hadis mengakibatkan kualitas
hadis menjadi lemah, tidak shahih.
Menurut istilah ’ilal hadis ialah sebab
yang tersembunyi yang merusakkan kualitas hadis. Keberadaan hadis ’ilal yang
pada lahirnya terlihat berkualitas sahih menjadi tidak sahih.
B.
Objek ’Ilal Al-Hadis
Menurut
pembagiannya ’ilal al-hadis ada 3 macam yaitu :
1. ‘Ilal hadis pada sanad
Pengertian ’ilal disini bukanlah pengertian umum tentang sebab kecacatan
hadis, misalnya karena periwayatan pendusta atau tidak kuat hafalan. Melainkan
cacat yang dapat mengakibatkan juga lemahnya sanad. Periwayatan yang cacat
dapat pula memberi petunjuk keterputusan sanad.
Terhadap cacat umum tersebut ulama tidak mengalami
kesulitan untuk menelitinya, sedangkan terhadap ’ilal yang pembahasan lebih
khusus tidak banyak ulama hadis yang mampu menelitinya. Karena, hadis yang
ber’ilal tampak berkualitas shahih.
Dalam hubungan ini, ’Abd al-Rahman bin Mahdiy, (wafat
194H / 814 M) menyatakan, untuk mengetahui ‘ilal hadis diperlukan intuisi
(ilham). Sebagian Ulama menyatakan, orang yang mampu meneliti ’ilal hadis
hanyalah orang yang cerdas, memiliki hafalan hadis yang banyak, paham akan
hadis yang dihafalnya, mendalam pengetuhaunnya tentang berbagai tingkat ke
dhabithan periwayatan dan ahli di bidang sanad dan matn hadis. Al-Hakim
al-Naysabury berpendapat, acuan utama penelitian ’ilat hadis ialah hafalan,
pemahaman dan pengetahuan yang luas tentang hadis. Semua pernyataan Ulama ini
memberikan petunjuk bahwa penelitian ’ilal hadis sangat sulit.
Menurut ’Aliy bin al-Madiniy dan al-Khatib al-Baghdady, untuk mengetahui ’ilal
hadis, terlebih dahulu semua sanad yang berkaitan dengan hadis yang diteliti
dihimpunkan. Hal ini dilakukan, bila hadis yang bersangkutan memiliki tawabi’
dan syawahid.
Sesudah itu, seluruh rangkaian dan kualitas periwayat dalam sanad itu diteliti
berdasarakan pendapat para kritikus periwayat dan ’ilal hadis. Dengan jalan
demikian baru dapat ditentukan, apakah hadis tersebut ber’ilal ataukah tidak
ber’ilal.
’Ial hadis, sebagaimana juga syudzudz hadis, dapat terjadi di matn , di sanad,
atau di matn dan sanad sekaligus , Akan tetapi yang ternbayak, ’ilal hadis
terjadi di sanad.
Al-Hakim
telah mengemukakan sepuluh macam contoh hadis yang mengandung ’ilal. Kesepuluh
macam hadis itu tampak berkualitas sahih, pada hal setelah diteliti lebih
mendalam, ternyata sebagian besar hadis dimaksud sanad nya terputus dan
sebagian lagi periwayatan lemah. Adapun contoh hadis yang dinyatakan ber-‘ilal
oleh al-Hakim. tesebut disannggah oleh al-‘Iraqy dan sanggahan itu disetujui
oleh Ahmad Muhammad Syakir. Hadis yang oleh al-Hakim dinyatakan ber’ilal tetapi
oleh al’Iraqy dinyatakan tidak ber’ilal itu bunyi sanad dan matn sebagai
berikut :
حدّثنا أبو العباس محمّد بن يعقوب قال
: ثنا محمّد إسحاق الصغانى قال : ثنا حجاج بن محمّد قال , قال ابن جريج عن موسى بن
عقبة عن سهيل بن أبى صالح عن أبيه عن أبى هريرة عن النبي صلّى الله عليه
وسلّم قال : من جلس مجلسا كثر فيه لغطه فقال قبل أن يقوم :
سبحانك اللهمّ وبجمدك لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك إلا غفر له ما كان في
مجلسه ذلك.
Telah
memberitakan kepada kami Abu al-‘Abbas Muhammad bin Ya’qub, telah memberitakan
kepada kami Muhammad bin Ishaq al-Shaghaniy. Dia
(al-Shaghaniy) berkata, telah memberitakan kepada kami ( Hajaj ) menyatakan,
telah memeberitakan kepada kami Hajajj bin Muhammad. Dia ( Hajjaj ) menyatakan,
telah berkata Ibn jurayj, ( riwayat berasal ) dari Suhayl bin Abi Shali, dari
ayahnya, dari Aby Hurairah, dari Nabi Saw, sabdanya : ” Barang siapa yang duduk
di suatu mesjid yang didalamnya banyak kegaduhan, kemudian sebelum berdiri dia
mengucapkan ”Subhanaka allahumma wa bi hamdika la illa Anta astagfiruka wa
atubuilaiKa’ (Maha Suci Engkau ya Allah dan dengan puji-Mu, tidak ada tuhan
kecuali Engkau, aku mohon ampun dan bertobat ke hadirat-Mu) maka dia diampuni
dosanya selama dia berada dalam majelis itu.
Penilaian al-Hakim didasarkan pada hasil penelitian al-Bukhariy. Menurut
al-Bukhariy, Musa bin Uqbah tidak pernah mendengar atau menerima hadis dari
Suhayl bin Abi Shalih. Periwayat yang menerima hadis dari Suhayl ialah Musa bin
Ismail. Karenanya, hadis atau sanadnya mengandung cacat atau ’ilal. Dalam hal
ini terputusnya antara Musa bin ’Uqbah dengan Suhyl bin Abi Shalih.
’ilal al-hadis pada sanad banyak juga ditemukan di sanad hadis maupun di matb hadis,
seperti contoh diatas, tetapi adakalnya cacat pada sanad tidak terdapat
pada matn. Contoh :
حديث : إبن جريج عن عمران بن أبى أنس عن مالك بن أوس بن
الحدثان عن أبي ذر قال : قال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم : " فى
الابل صدقتها , و فى الغنم صدقتها , وفى البقر صدقتها , وفى البرّ صدقتها
" .
Artinya :
Dari Ibnu Juraij dari ‘Imran bin Abi
Anas dari Malik bin Ais al-Haddasan dari Abi Zarr berkata ia : Rasullah
SAW bersabda : “ Pada Unta itu ada sedekahnya, dan kambing itu ada sedekahnya,
dan pada Lembu itu juga ada sedekah, dan pada gandum itu ada sedekah.”
2. ’Ilal hadis
pada matn
Contoh
’ilal hadis pada matn
:
حديث : عبد الله بن مسعود قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :
" الطيرة من الشرك , وما منا إلا , ولكنّ الله يذهبه باالتوكل " .
Congkak
atau sombong termasuk dari syirik, dan hal tersebut bukan termasuk golangan
kami (Rasulullah atau orang-orang yang beriman). Kecuali mereka
mohon ampun kepada Allah dengan bertawakal.
3. ’Ilal
hadis pada sanad dan matn
)
ما أخرج النسائى وإبن ماجه(
من حديث بقيّة عن يونس عن الزهري عن سالم عن ابن عمر عن النّبي صلّى الله عليه و
سلم قال : " من أدرك ركعة من صلاة الجمعة وغيرها فقد أدرك ".
Artinya :
Di riwayatkan
oleh ( An-Nasai dan Ibnu Majah ) dari hadits Baqiyyah dari Yunus dari
Az-Zuhri dari Salim dari Ibnu Umar dari Nabi SAW berkata ia : ” Barang
siapa yang meninggalkan satu rakaat dari shalat Jum’at dan selainnya maka ia
telah meninggalkan solat itu ”.
C.
Sejarah awal dan perkembangannya ’ilal al-hadis
Pada abad kedua Hijriah perkembangan ilmu penegtahuan Islam
peasat sekali dan telah melahirkan para imam mujtahid di berbagai bidang, di
antaranya di bidang fiqh dan ilmu kalam. Pada dasarnya para imam mujtahid
tersebut, meskipun dalam berbagai hal mereka berbeda pendapat, mereka saling
menghormati danmenghargai pendapat masing-masing. Akan tetapi, para pengikut ke
tiga Hijriah, berkeyakinanbahwa pendapat gurunya(imamnya)lah yang benar, dan
bahkan hal tersebut sampai menimbulkan bentrokkan pendapat yang semakin
meruncing.Diantara pengikut mazhab yang fanatic, akhirnya menciptakan
hadis-hadis palsu dala rangka mendukung mazhabnya dan menjatuhkan mazhab
lawannya.
Di antara mazhab Ilmu Kalam, khususnya Mu’tazilah, sangat
memusuhi ulama hadis sehingga terdoronguntuk menciptakan hadis-hdis palsu dalam
rangka memaksakan pendapa mereka. Hal ini terutama setelah Khalifah al-Ma’mun
berkuasa dan mendukung golongan Mu’tazilah.
Perbedaan pendapat mengenai kemahlukan al-Quran menyebabkan
Imam ibn Hanbal, seorang tokoh ulama hadis, terpaksa di penjarakan dan disiksa.
Keadaan ini berlanjut terus menerus pada masa pemerintahan al-Mu’tashin (w.227
H ) dan al-Wastiq (w.232 H ) dan barulah setelah pemerintahan Khalifah
al-Mutawakkil, yang mulai memerintah pada tahun 232 H, keadaan berubah dan
menjadi positif bagi ulam hadis.
Penciptaan hadis-hadis palsu tidak hanya dilakukkan
oleh mereka yang fanatic mazhab, tetapi momentum pertentangan mazhab tersebut
dimanfaatkan ileh kaum zindik yang sangat memusuhi Islam, untuk menciptakan
hadis-hadis palsu dalam rangka merusak ajaran Islam dan menyesatkan kaum
Muslimin.
Upaya
Melestarikan Hadis
a.
Perlawatan
ke daerah-daerah
b. Pengklasifikasian hadis kepada
marfu’, mawquf, maqthu’
c.
Peyeleksian
kualitas hadis dan pengklasifikasiannya kepada, shahih, hasan dan dhaif.
D.
Kedudukan dan Urgensi
a. Nasihat untuk agama
b. Menjaga Sunnah nabi Muhammad
Rasulullah saw
c. Untuk memisahkan atau membedakan apa
yang terdapat
di dalam diri seorang perawi dari kesalahann, lupa dan keraguan pada dirinya
d. Untuk membedakan mana hadis yang cacat
dan mana hadis yang terhindar dari cacat.
E.
Perbedaan pendapat Ulama
Ulama hadis umumunya menyatakan,’ilal
hadis kebanyakan berbentuk:
- Sanad tampak muttashil dan marfu’ ternyata muttashil tetapi mwquf
- Sanad yang tampak muttashil dan marfu’, teryata muattasil tetapi mursal (hanya sampai ke al-tabi’iy)
- Terjadi percampuran hadis dengan bagian hadis lain
- Terjadi kesalahan penyebutan periwayat, karena ada lebih dari seorang periwayat memiliki kemiripan nama sedang kualitasnya tidak sama-sama siqat.
Pada
sanad hadis yang disebutkan diatas pada bagian pertama merupakan sanad ahdis
terputus, untuk bagian yang kedua ’ilal yang disebutkan terakahir berupa
periwayat tidak dhabith.
‘ilal al-hadis adalaha kitab-kitab hadis yang disusun untuk menghimpun hadis
yang memiliki cacat, disertai penjelasan tentang cacatnya itu. Penyusunan kitab
sejenis ini bagi para muhadissin merupakan puncak prestasi kerjanya karena
pekerjaan ini membutuhkan ketekunan, kerja keras dan tabah dalam waktu yang
cukup panjang dalam meneliti sanad, memusatkan pengkajian, dan mengulanginya
untuk mendapatkan kesimpulan atas samara-samar yang terdapat hadis tersebut
sehinnga terlihat pada bentuk luarnya mengesankan bahwa hadis bersangkutan
shahih.
BAB III
SIMPULAN
Ilmu
‘ilal al-hadis merupakan ‘ilmu yang sangat penting, ‘ilmu ini tumbuh dan
berkembang esuai keadaan yang terjadi pada saat itu, banyak hadis-hadis palsu
yang tersebar, sehinngga perlu meneliti hadis-hadis palsu agar tidak tercampur
dengan hadis yang shahih.
Hadis
cacat adalah hadis yang tersembunyi secara kecacatannya, apabila hanya dilihat
secara zhahir tentu tidak terlihat kecacatan hadis tersebut, perlu ketelitian
dalam meneliti hadis yang dianggap cacat.
Hadis
cacat adalah hadis yang tidak bisa dijadikan hujjah, karena sanad yang tidak
bersambung hanya akan menimbulkan kedustaan dalam menyampaikan hadis,
begitupula matn yang cacat, karena matn yang cacat, termasuk aneh tidak masuk
akal tentulah tidak bisa dijadikan hujjah.
‘ilal
hadits bisa terjadi pada sanad, matn dan bisa pula terjadi pada dua-duanya.
DAFTAR PUSTAKA
Ash-Shiedieqy, M. Hasbi. Sejarah
dan Pengantar Ilmu Hadis. 1954. Jakarta : Bulan Bintang
Ismail, M. Syuhudi. Kaedah
Keshahihan Sanad Hadis. 1995. Jakarta : Bulan Bintang
Muhammad Ajjaj al-Khatib.
Ushul al-Hadis. 1981. Beirut :Dar Fikri
Nuruddin ITR. Manhaju
Naqdli fil Ulumul Hadis, 1997. Beirut : Dar Fikri
Nuruddin ITR. Ulum al-Hadis
1. 1997. Bandung. PT Remaja Rosdakarya
Syarif Mahmud al-Qudhah. al-Manhaj
hajul hadis fil uluml hadis . 2003. Kuala Lumpur : Dar tajadid at-Toba’atu
wa nasru wa tarjamtu
Wahid, Ramli Abdul. Studi
Pengantar Ilmu Hadis. 2005. Bandung : Cita Pustaka Media
Yuslem, Nawir. Ulumul Hadis. 2001.
Jakarta : PT Mutiara Sumber Media
bisanya cuma kopas doang,,, taiii
BalasHapusSorry bos itu ada daftar pustakanya.
BalasHapus