BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Demokrasi merupakan sebuah sistem yang
paling banyak dianut pada masa ini. Saat ini, banyak sekali Negara yang
menganut sistem demokrasi sebagai sistem pemerintahannya. Demokrasi sendiri
berarti sistem yang berasal dari rakyat,oleh rakyat dan untuk rakyat. Demokrasi
sering diartikan sebagai penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia,
partisipasi dalam pengambilan keputusan, dan persamaan hukum. Dalam tradisi
negara-negara barat, demokrasi didasarkan pada penekanan bahwa rakyat
seharusnya menjadi pemerintah bagi dirinya sendiri dan wakil rakyat menjadi
pengendali yang bertanggung jawab terhadap tugasnya. Oleh karenanya, rakyat tidak
mungkin mengambil keputusan karena jumlah yang terlalu besar. Maka dibentuklah
Dewan Perwakilan Rakyat. Pemerintah dipilih secara langsung oleh rakyat dan
berfungsi sebagai penyalur aspirasi dan
membuat kebijakan untuk kepentingan rakyat demi kesejahteraan rakyat.
Sistem demokrasi pun dipercaya sebagai
sebuah sistem pemerintahan di Indonesia. Indonesia memiliki badan legislatif
yang anggotanya merupakan wakil rakyat. Rakyat juga berwenang memilih presiden
dan wakil presiden. Namun kenyataannya, Indonesia masih dalam masa “belajar”
berdemokrasi, masih dalam masa sosialisasi tentang demokrasi yang sebenarnya.
Masih banyak rakyat yang tidak mengerti hakikat dari berdemokrasi, dan masih
banyak pula yang salah mengaplikasikan bentuk dari demokrasi tersebut.
Dalam Islam, demokrasi telah diajarkan
Rasulullah SAW. Yaitu dengan musyawarah. Contohnya, pada saat perang badar,
beliau mendengarkan saran sahabatnya mengenai lokasi perang walaupun itu bukan
pilihan yang yang diajukan olehnya. Rasulullah pun mulai sering melakukan
musyawarah bersama sahabat-sahabatnya untuk memutuskan sesuatu. Namun yang
terjadi saat ini, banyak orang yang menganggap bahwa sistem demokrasi
diadaptasi dari Negara-negara barat, sehingga sistem demokrasi dianggap tidak
sesuai dengan kaidah-kaidah Islam. Musyawarah dalam Islam dianggap sebagai
suatu cara untuk menemui kata mufakat secara adil dan kekeluargaan. Sedangkan
sistem demokrasi negara barat dianggap memiliki tujuan yang bersifat duniawi
dan materialistis. Maka dari itu, kita perlu memahami hakikat demokrasi,
musyawarah dan pelaksanaan demokrasi yang ideal yang sesuai dengan kaidah-kaidah
Islam serta sesuai dengan cita-cita bangsa dalam Pancasila.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Apa
makna dari demokrasi dan bagaimana perkembangannya?
2. Bagaimana
pelaksanaan demokrasi yang ideal?
3. Bagaimana
pandangan Islam terhadap demokrasi?
4. Apa
makna dari musyawarah dalam Islam?
1.3
Tujuan
Adapun tujuan dari
dibuatnya makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk
memenuhi tugas mata kuliah Pancasila
2. Untuk
memberikan pemahaman mengenai makna demokrasi dan musyawarah
3. Untuk
memberikan gambaran bagaimana pelaksanaan demokrasi yang ideal
4. Untuk
memberikan penjelasan mengenai pandangan Islam terhadap demokrasi
1.4
Manfaat
1. Dengan
memahami demokrasi dan musyawarah yang sesungguhnya, maka akan terciptanya
pengaplikasian nilai-nilai demokrasi maupun musyawarah tersebut dengan baik
dalam kehidupan sehari-hari
2. Menyeimbangkan
dan menjalankan demokrasi sesuai peraturan tanpa memecah belah demokrasi dengan
Islam.
BAB II
ISLAM, MUSYAWARAH, DAN
DEMOKRASI
A.
Demokrasi
1.
Pengertian
Demokrasi
Istilah demokrasi berasal dari bahasa
Yunani, yang terdiri atas dua kata, yaitu demos,
yang berarti rakyat, dan cratein,
yang berarti pemerintah. Maka dilihat dari arti katanya, istilah demokrasi
mengandung arti pemerintahan rakyat, yang kemudian lebih dikenal dengan
pengertian pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat (government from the people, by the people,
and for people)[1]
Batasan demokrasi menurut pengertian
secara harafiah diatas menimbulkan kontradiksi dalam pemahamannya, karena dalam
pengertian demikian berarti yang berjumlah lebih banyak memerintah yang
jumlahnya lebih sedikit, sedangkan dalam kenyataannya adalah sebaliknya, yaitu
yang berjumlah lebih sedikit memerintah, yang berjumlah lebih banyak
diperintah. Mengenai pengertian demokrasi ini Jean Jacques Rousseau
mengemukakan: [2]
“Kalau dipegang arti kata seperti
diartikan umum, maka demokrasi yang sungguh-sungguh tidak pernah ada dan tidak
ada. Adalah berlawanan dengan kodrat alam, bahwa yang berjumlah terbesar
memerintah, sedangkan yang paling sedikit harus diperintah”
Berhubungan dengan hal itu, maka demokrasi
dapat diberikan pengertian sebagi suatu sistem pemerintahan yang
mengikutsertakan rakyat. Dari hal tersebut sesungguhnya pengertian demokrasi
itu mengalami perkembangan sejalan dengan paham dan asas yang dianut oleh suatu
Negara dalam kehidupan bernegara.
Negara-negara yang ada didunia kini
mendasarkan diri atas paham dan asas demokrasi, meskipun paham dan asas yang
dianutnya tersebut didalam pelaksanaannya tidak sama atau berbeda, sehingga
kita mengenal adanya berbagai sebutan yang dikaitkan dengan paham demokrasi,
seperti : social democracy, liberal
democracy, people democracy, guided democracy, dan sebagainya.
Pelaksanaan demokrasi yang tidak sama
antara Negara yang satu dengan lainnya dapat dilihat dalam berbagai konstitusi
Negara, dimana dikenal adanya macam-macam bentuk dan sistem ketatanegaraan
seperti: Negara kesatuan dan Negara federal, Negara republik dan Negara
kerajaan, dengan sistem yang dianutnya sepert: sistem satu kamar dan dua kamar,
sistem pemerintahan parlementer dan pemerintahan presidensil, sistem
diktatorial dan sistem campuran, dan sebagainya.[3]
Norma-norma
yang menjadi pandangan hidup demokrasi:[4]
1) Pentingnya
kesadaran akan pluralismee
2) Musyawarah
3) Pertimbangan
moral
4) Pemufakatan
yang jujur dan sehat
5) Pemenuhan
segi-segi ekonomi
6) Kerjasama
antar warga masyarakat dan sikap mempercayai itikad baik masing-masing
7) Pandangan
hidup demokratis harus dijadikan unsur yang menyatu dengan sistem pendidikan.
2.
Perkembangan
Demokrasi di Indonesia
Perkembangan demokrasi di Indonedia mengalami
pasang-surut dari masa kemerdekaan sampai sekarang ini. Dalam perjalanan bangsa
dan Negara Indonesia, masalah pokok yang dihadapi ialah bagaimana demokrasi
mewujudkan mereka dalam sisi kehidupan berbangsa dan bernegara. Perkembangan demokrasi
di Indonesia dilihat dari segi waktu dibagi dalam empat periode :[5]
a. Demokrasi
Parlementer (1945-1959)
Sistem
parlementer yang mulai berlaku setelah kemerdekaan kemudian diperkuat dalam UUD
1945 dan 1950, ternyata tidak cocok di Indonesia. Persatuan yang digalang
selama menghadapi musuh bersama tidak dapat dibina menjadi kekuatan konstruktif
setelah kemerdekaan tercapai. Karena lemahnya benih-benih demokrasi sistem ini.
UUD 1950 menetapkan berlakunya sistem parlementer dimana badan eksekutif
terdiri dari presiden sebagai kepala negara konstitusional dan beserta menteri-menterinya
yang mempunyai tanggung jawab politik. Karena fragmentasi partai politik usia kabinet
pada masa ini jarang dapat bertahan cukup lama. Koalisi yang dibangun dengan
sangat gampang pecah. Hal inilah yang mendorong Ir. Soekarno sebagi presiden
mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli yang menentukan berlakuknya kembali UUD
1945. Dengan demikian masa demokrasi ini berakhir.[6]
b. Demokrasi
Terpimpin (1959-1965)
Ciri-ciri
demokrasi ini adalah dominasi dari presiden, terbatasnya partai politik,
berkembangnya pengaruh komunis dan meluasnya peran ABRI sebagai unsure social
politik. Banyak sekali penyimpangan yang terjadi pada masa pemerintahan ini,
diantaranya pengangkatan Ir. Soekarno sebagai presiden seumur hidup, yang tidak
sesuai dengan UUD 1945. Selain itu presiden juga membubarkan Dewan Perwakilan
Rakyat hasil Pemilihan Umum, padahal dalam penjelasan UUD 1945 secara eksplisit
ditentukan bahwa presiden tidak mempunyai wewenang untuk berbuat demikian.[7]
c. Demokrasi
Pancasila (1965-1998)
Landasan
formal demokrasi ini yaitu Pancasila, UUD 1945 serta ketetapan MPRS. Dalam
usaha meluruskan penyelewengan terhadap UUD pada masa demokrasi terpimpin, Tap
MPRS No. III/1963 mengenai penetapan masa jabatan seumur hidup Ir. Soekarno
telah dibatalkan.[8]
Beberapa perumusan
tentang demokrasi Pancasila sebagai berikut :
1) Demokrasi
dalam bidang politik pada hakikatnya adalah menegakkan kembali asas-asas Negara
hukum dan kepastian hukum.
2) Demokrasi
dalam bidang ekonomi pada hakikatnya adalah kehidupan yang layak bagi semua
warga Negara.
3) Demokrasi
dalam bidang hukum pada hakikatnya bahwa pengakuan dan perlindungan HAM,
peradilan yang tidak memihak.
Dengan demikian secara umum dapat dijelaskan
bahwa watak demokrasi Pancasila tidak berbeda dengan demokrasi pada umumnya.
Karena demokrasi Pancasila memandang kedaulatan rakyat sebagai inti dari sistem
demokrasi. Namun demikian “demokrasi Pancasila” dalam rezim Orde Baru hanya
sebagai retorika dan gagasan belum sampai pada tataran praktis atau penerapan.
Karena dalam praktiknya rezim ini sangat tidak memberikan ruang bagi kehidupan
berdemokrasi.[9]
d. Demokrasi
Orde Reformasi (1998-Sekarang)
Runtuhnya
rezim otoriter orde baru telah membawa harapan baru bagi tumbuhnya demokrasi di
Indonesia. Bergulirnya reformasi yang mengiringi runtuhnya keruntuhan rezim
tersebut menandakan tahap awal bagi transisi demokrasi di Indonesia. Transisi
demokrasi merupakan fase krusial yang kritis, karena dalam fase ini akan
ditentukan akan kearah mana demokrasi yang akan dibangun. Sukses atau gagalnya
suatu transisi sangat tergantuung pada empat faktor kunci, yaitu :
-
Komposisi elite politik
-
Desain institusi politik
-
Kultur politik atau
perubahan sikap terhadap politik.
-
Masyarakat madani (Civil
Society)[10]
3.
Pelaksanaan
Demokrasi yang Ideal
Menurut Dahl (1958:10) berkaitan dengan problem pluralisme
demokrasi,proses demokrasi yang ideal hendaknya memenuhi 5 kriteria: [11]
1) Persamaan
hak pilih : Dalam mebuat keputusan kolektif yang mengikat, hak istimewa dari
setiap warga Negara seharusnya diperhatikan secara berimbang dalam menentukan
keputusan terakhir.
2) Partisipasi
efektif : Dalam seluurh proses pembuatan keputusan secara kolektif, termasuk
tahap penentuan agenda kerja, setiap warga Negara harus mempunyai kesempatan
yang sama dan memadai untuk menyatakan hak-hak istimewanya dalam rangka
mewujudkan kesimpulan terakhir.
3) Pembenaran
kebenaran : Dalam waktu yang dimungkinkan, karena keperluan untuk suatu
keputusan, setiap warga Negara harus mempunyai peluang yang sama dan memadai
untuk melakukan penilaian logis demi mencapai hasil yang paling diinginkan.
4) Kontrol
Terakhir terhadap agenda : Masyarakat harus mempunyai kekuasaan eksklusif untuk
menentukan soal-soal mana yang harus dan tidak harus diputuskan melalui
proses-proses yang memenuhi ketiga criteria yang disebut pertama. Dengan cara
lain, tidak memisahkan masyarakat dari hak kontrolnya terhadap agenda dan dapat
mendelegasikan wewenang kekuasaan kepada orang-orang lain yang mungkin dapat
membuat keputusan-keputusan lewat proses non demokrasi.
5) Pencakupan
: Masyarakat harus meliputi semua orang dewasa dalam kaitannya dengan hukum,
kecuali pendatang sementara.
4.
Pandangan
Islam terhadap Demokrasi
Perdebatan tentang hubungan antara Islam dan demokrasi
sebagaimana diakui oleh Mun’im A. Sirry
memang masih menjadi perdebatan yang belum terselesaikan. Berdasarkan
pemetaan yang dikembangkan oleh Jhon L. Esposito dan James P. Piscatory (Syukron
Kamil : 2002) secara umum dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok pemikiran.[12]
Pertama,
Islam dan demokrasi adalah dua sistem politik yang berbeda. Islam dipandang
sebagai sistem politik alternatif terhadap demokrasi. Demokrasi sebagai sistem
barat tidak tepat untuk dijadikan acuan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Sementara Islam sebagai agama kaffah
yang tidak hanya mengatur aspek teologi (aqidah) dan ibadah, melainkan mengatur
segala aspek kehidupan umat manusia. Ini diungkapkan oleh elit kerajaan Arab
Saudi dan elit politik Iran pada masa awal revolusi Iran, Syekh FadhAllah Nuri,
Sayyid Qutb, Thabathabi, Al-Sya’rawi dan Ali Benhadj.[13]
Kedua,
kelompok yang menyatakan bahwa Islam dan Demokrasi merupakan konsep yang
sejalan setelah diadakan penyesuaian penafsiran terhadap konsep demokrasi itu
sendiri. Diantara tokoh dari kelompok ini adalah al-Maududi, Abdul Fattah
Morou, dan Taufiq Asy-Syawi.[14]
Ketiga,
Islam adalah sistem nilai yang membenarkan dan mendukung sistem demokrasi .
Pandangan ini yang paling dominan yang ada di Indonesia, karena demokrasi sudah
menjadi bagian integral sistem pemerintahan Indonesia dan Negara-negara Islam
lainnya. Diantara tokoh-tokohnya yaitu,
Fahmi Huwaidi, al-Aqqad, M Husain Haekal, Robert N. Bellah. Di Indonesia
diwakili oleh Nurcholis Majid (Cak Nur), Amien Rais, Munawir Syadzali, A.
Syafi’i Ma’arif dan Abdurrahman Zahid.[15]
Penerimaan Negara-negara Islam terahadap demokrasi
bukan bararti demokrasi dapat berkembang dengan cepat secara otomatis. Ada
beberapa alas an teoritis yang dapat menjelaskan tentang lambatnya pertumbuhan
dan perkembangan demokrasi di dunia Islam : [16]
1) Pemahaman
doktrinal menghambat praktek demokrasi. Hal ini disebabkan oleh kebanyakan kaum
muslim yang cenderung memahami demokrasi sebagai sesuatu yang bertentangan
dengan Islam.
2) Persoalan
kultur. Sebenarnya demokrasi telah dicoba di Negara-negara Islan sejak paruh
pertama abad dua puluh tetapi gagal. Tampaknya ia akan sukses pada masa-masa
mendatang, karena warisan kultural masyarakat muslim sudah terbiasa dengan
otokrasi dan ketaatan pasif. Persoalan kultur ditengarai sebagai yang paling
bertanggung jawab mengapa sulit membangun demokrasi di Negara Islam. Sebab,
secara doktrinal, pada dasarnya hamper tidak dijumpai hambatan teologis
dikalangan tokoh-tokoh partai, ormas, atau gerakan Islam. Bahkan ada
kecenderungan untuk merambah tugas baru yaitu merekonsiliasi perbedaan antara
teori politik modern dengan doktrin Islam.
3) Lambannya
pertumbuuhan demokrasi di dunia Islam tak ada hubungannya dengan teologi maupun
kultur, melainkan lebih terkait dengan sifat alamiah demokrasi itu sendiri.
Untuk membangun demokrasi dibutuhkan kesungguhan, kesabaran, dan diatas
segalanya adalah waktu. Jhon Esposito dan O. Voll adalah tokoh yang tetap
optimis terhadap masa depan demokrasi di dunia Islam. Terlepas dari itu semua,
tak dapat diragukan lagi, pengalaman empirik demokrasi dalam sejarah Islam
memang terbatas.[17]
5.
Demokrasi
sebagai Implementasi Sila Keempat : Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan / Perwakilan
Sila keempat ini mempunyai makna bahwa kekuasaan ada
di tangan rakyat, dan dalam melaksanakan kekuasaannya, rakyat menjalankan
sistem perwakilan (rakyat memilih wakil-wakilnya mealui pemilihan umum) dan
keputusan-keputusan yang diambil dilakukan dengan jalan musyawarah yang
dikendalikan dengan pikiran yang sehat, jernih, logis, serta penuh tanggung
jawab baik kepada Tuhan maupun rakyat yang diwakilinya. Butir-butir
implementasi sila keempat adalah sebagai berikut :[18]
1. Mengutamakan
kepentingan negara dan masyarakat. Butir ini menghendaki masyarakat harus
mengawal wakil rakyat yang dipilih lewat pemilu, agar setiap keputusan wakil
rakyat mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
2. Tidak
memaksakan kehendak kepada orang lain. Butir ini menghendaki setiap warga
negara untuk tidak memaksakan kehendak kepada orang lain, menghormati setiap
perbedaan, dan dengan akal sehat melakukan kompromi demi kebaikan masyarakat
dan negara.
3. Mengutamakan
musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama. Butir ini
menghendaki adanya musyawarah yaitu pembahasan secara bersama-sama atas suatu
penyelesaian masalah.
4. Musyawarah
untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan. Butir ini
menghendaki agar pengambilan keputusan secara bersama-sama didasarkan semangat
kekeluargaan yaitu hubungan kekerabatan yang sangat erat dan mendasar di
masyarakat.
5. Dengan
itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan
musyawarah. Butir ini menghendaki, setiap keputusan yang diambil dalam
musyawarah untuk diterima dan dilaksanakan dengan baik
6. Musyawarah
dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur. Butir ini
menghendaki prinsip musyawarah dalam memecahkan masalah bukan menang dan kalah,
serta kepentingan golongan, tetapi dengan menggunakan akal sehat, tidak mabuk
dan anarki, sesuai dengan hati nurani.
7. Keputusan
yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang
Maha Esa, menjunjung tinggi harkat martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran
dan keadilan.
B.
Musyawarah
Kata musyawarah terambil dari kata (شور ) syawara
yang pada mulanya bermakna
“mengeluarkan madu dari sarang lebah”. Makna ini kemudian berkembang, sehingga
mencakup segala sesuatu yang dapat diambil / di keluarkan dari yang lain (
termasuk pendapat). Orang yang
bermusyawarah bagaikan orang yang minum
madu (Quraish Shihab : 2001)
Dari makna dasarnya ini diketahui bahwa lingkaran musyawarah yang terdiri
dari peserta dan pendapat yang akan disampaikan adalah lingkaran yang bernuansa
kebaikan. Peserta musyawarah adalah bagaikan lebah yang bekerja sangat
disiplin, solid dalam bekerja sama dan hanya makan dari hal- hal yang baik saja
( disimbolkan dengan kembang), serta tidak melakukan gangguan apalagi merusak dimanapun ia hinggap dengan
catatan ia tidak diganggu. Bahkan sengatannya pun bisa menjadi obat. Sedangkan
isi atau pendapat musyawarah itu bagaikan madu yang dihasilkan oleh lebah. Madu
bukan hanya manis tapi juga menjadi obat dan karenanya menjadi sumber kesehatan dan kekuatan. Itulah
hakekat dan semangat sebenarnya dari musyawarah. Karenanya kata tersebut tidak
digunakan kecuali untuk hal- hal yang baik- baik saja.
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku
lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekeliling. Karena itu maafkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan
maksudnya : urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan
politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya.kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakal-lah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakal kepadaNya (Q.S. Ali Imran : 159)
Perintah
bermusyawarah pada ayat diatas turun setelah peristiwa menyedihkan pada perang
uhud. Ketika itu menjelang pertempuran, Nabi mengumpulkan sahabat-sahabatnya
untuk memusyawarahkan bagaimana sikap menghadapi musuh yang sedang dalam
perjalanan dari Mekah ke Madinah. Nabi cenderung bertahan di kota Madinah, dan
tidak keluar menghadapi musuh yang datang dari mekah. Sahabat-sahabat beliau,
terutama kamu muda yang penuh semangat mendesak agar kaum muslim, dibawah
pimpinan Nabi Muhammad SAW keluar menghadapi musuh.
Pendapat
mereka itu mendapat dukungan mayoritas, sehingga Nabi menyetujuinya. Tetapi,
peperangan berakhir dengan gugurnya para sahabat yang jumlahnya tidak kurang
dari tujuh puluh orang. Konteks turunnya ayat ini, serta kondisi psikologis
yang dialami Nabi dan sahabat beliau amat perlu digaris bawahi untuk melihat
bagaimana pandangan Al-Quran tentang musyawarah.
Ayat
ini seakan-akan berpesan kepada Nabi, bahwa musyawarah harus tetap
dipertahankan dan dilanjutkan. Walaupun terbukti pendapat yang mereka putuskan
keliru. Kesalahan mayoritas lebih dapat ditoleransi dan dapat menjadi tanggung
jawab bersama,dibandingkan dengan kesalahan seseorang meskipun diakui kejituan
pendapatnya sekalipun.
Dari
ayat tersebut dapat diambil empat sikap ideal ketika dan setelah melakukan
musyawarah :
1. Sikap lemah lembut. Seseorang yang melakukan musyawarah, apalagi pemimpin harus menghindari tutur kata yang kasar serta sikap keras kepala.
2. Memberi maaf dan membuka lembaran baru. Sikap ini harus dimiliki peserta musyawarah, sebab tidak akan berjalan baik, kalau peserta masih diliputi kekeruhan hati apalagi dendam.
3. Memiliki hubungan yang harmonis dengan Tuhan yang dalam ayat itu dijelaskan dengan permohonan ampunan kepada- Nya. Itulah sebabnya yang harus mengiringi musyawarah adalah permohonan maghfiroh dan ampunan Ilahi.
4. Setelah selesai semuanya harus diserahkan kepada Allah, bertawakkal.
Kita sering mendengar mengenai Syura jika berbicara tentang musyawarah. Syura, sebenarnya adalah suatu forum, dimana setiap orang mempunyai kemungkinan untuk terlibat dalam urun rembuk, tukar pikiran, membentuk pendapat, dan memcahkan suatu persoalan bersama. [19]
Musyawarah adalah pembahasan bersama dengan maksud mencapai keputusan bersama dengan maksud mencapai keputusan atas penyelesaian masalah. Bermusyawarah artinya berunding atau berembug. Sedangkan permusyawaratan berarti berunding. Sehingga jelaslah bahwa permusyawaratan dalam sila keempat Pancasila merupakan perundingan dalam rangka pembahasan bersama dengan maksud untuk mencapai keputusan terhadap suatu masalah yang menyangkut orang banyak. [20]
Orang –orang yang bisa dan layak bermusyawarah sebagaimana yang terisrat dalam Q.S Asy – Syura : 38, bahwa setiap persoalan yang dipecahkan secara kolektif kolegial akan memberikan manfaat dan kemashlahatan yang luas. Bahkan Islam sebagai rahmatan lil alamin tidak membatasi keterlibatan non Islam dalam menyumbangkan sarannya untuk memcahkan masalah. Karena musyawarah dalam Islam bersifat inklusif.
Dengan demikian, esensi musyawarah adalah pemberian kesempatan kepada anggota masyarakat yang memiliki kemmapuan dan hak untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan yang mengikat, baik dalam bentuk aturan-aturan hukum atau kebijaksanaan politik.
BAB III
ANALISIS DAN KOMENTAR
Eksperimentasi demokrasi mewujud dengan pemungutan suara. Voting menjadi kata kunci. Mayoritas-minoritas. Menang atau kalah. Kita sedang dihadapkan pada keprihatinan dimana demokrasi yang mewujud dalam pilkada menghadirkan pimpinan yang terjerat kasus korupsi, yang menjadi aktor penghambat berkembangnya demokrasi.
Transisi demokrasi di Indonesia membuat demokrasi menjadi sesuatu yang eksplosif (meledak-ledak). Karena eksplosif sering tanpa kontrol, ditambah lemahnya Negara, sering terjadi eksplosi yang berujung pada anarki. Apa yang sebenarnya terjadi dalam eksperimen demokrasi Indonesia? Euforia demokrasi tidak berjalan sejajar dengan peningkatan pemahaman soal demokrasi itu sendiri. Kebebasan kerap disalah artikan sebagai ‘kebebasan tanpa aturan’ dan tanpa kepatuhan pada hukum.
Gejala kekerasan yang terjadi menunjukkan masih jauhnya pemahaman demokrasi sebagai art of compromise. Mengalami demokrasi masih menjadi sesuatu yang baru. Demokrasi tidak cukup bisa dikembangkan sendiri. Ia harus disemaikan,dipupuk secara terencana. Ia membutuhkan pendidikan yang mencakup: pendidikan demokrasi dan pendidikan kewarganegaraan.
Dimana musyawarah? Mohammad Hatta pernah berkata bahwa ada lima unsur demokrasi khas Indonesia, yakni rapat, mufakat, gotong royong, hak mengajukan protes bersama, dan hak menyingkir dari wilayah kekuasaan pemimpin yang tidak adil.
Musyawarah menjadi kata kunci. Tetapi praktis politik menunjukkan pudarnya permusyawaratan untuk mufakat. Tren baru mengarah pada demokrasi transaksional. Parta politik menjadi penyewa perahu bagi kandidat untuk maju dalam pilkada: dan itu uang. Hingga demokrasi kini terlihat sperti sebuah transaksi, mudah dibeli oleh uang.
Eksperimentasi demokrasi yang berjalan sejak lama seharusnya menciptakan kesadaran baru. Demokrasi tak mungkin dilepas dan diserahkan kepada para pelaku untuk menafsirkan sendiri bagaimana demokrasi dipraktikkan. Demokrasi politik juga tak akan bisa bertahan tanpa memunculkan keadilan sosial. Pemimpin visioner dibutuhkan.
Diskursus soal kerakyatan dan musyawarah-mufakat perlu dimunculkan. Pendidikan demokrasi menjadi keniscayaan ditengah pergerakan demokrasi yang tak terkontrol. Esensi musyawarah – mufakat yang terkandung dalam pancasila perlu diaplikasikan dalam praktis politik.
Kita harus melihat dan membumikan kembali relasi Pancasila,konstitusi, undang-undang, serta perilaku poitik. Dengan upaya itu , kita bisa selamat dalam menjalani eksperimentasi demokrasi.
BAB IV
KESIMPULAN
Demi
mewujudnya demokrasi yang sesuai dengan cita-cita bangsa dalam Pancasila, maka
kita harus menjalani norma-norma yang menjadi pandangan hidup demokrasi:
1) Pentingnya
kesadaran akan pluralisme
2) Musyawarah
3) Pertimbangan
moral
4) Pemufakatan
yang jujur dan sehat
5) Pemenuhan
segi-segi ekonomi
6) Kerjasama
antar warga masyarakat dan sikap mempercayai itikad baik masing-masing
7) Pandangan
hidup demokratis harus dijadikan unsur yang menyatu dengan sistem pendidikan.
Pada
akhirnya demokrasi yang sesungguhnya, dalam pelaksanaannya haruslah merujuk
pada permusyawratan (musyawarah). Dimana esensi musyawarah adalah pemberian
kesempatan kepada anggota masyarakat yang memiliki kemmapuan dan hak untuk
berpartisipasi dalam pembuatan keputusan yang mengikat, baik dalam bentuk
aturan-aturan hukum atau kebijaksanaan politik.
Dengan
hal tersebut, maka perwujudan dan pelaksanaan demokrasi di Indonesia dapat
menuju cita-cita bangsa yang sesungguhnya. Dan idealisme terhadap demokrasi
diharapkan dapat dijiwai oleh setiap warga Negara sehingga tidak lagi
memunculkan praktik-praktik demokrasi jual beli yang masih terus berlanjut
hingga saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
Saepuloh,Aep
dan Tarsono, Modul Pendidikan
Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi Islam, Bandung, Batik Press, 2012
Al
Marsudi, Subandi, Pancasila dan UUD 45 :
Dalam Paradigma Reformasi , Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2012
Sulaiman,
Asep, Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, Bandung, Asman Press, 2012
[1] Subandi Al-Marsudi, Pancasila dan UUD’45 Dalam Paradigma
Reformasi (Jakarta : Raja Grafindo Nusantara,2001), hlm. 81
[2] Ibid.
[3] Ibid. hlm. 82
[4] Asep Sulaiman, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,
(Bandung:Asman Press,2012), hlm. 113
[5] Ibid. hlm.125
[6] Ibid.
[7] Ibid. hlm.126
[8] Ibid. hlm.126
[9] Ibid. hlm.127
[10] Ibid. hlm.127-128
[11] Aep Saepuloh dan
Tarsono, Pendidikan Kewarganegaraan di
Perguruan Tinggi Islam (Bandung : Batik Press,2012) .hlm.124
[12] Asep Sulaiman. Op.Cit.,hlm.129
[13] Loc.Cit.
[14] Loc.Cit.
[15] Loc.Cit.
[16] Loc.Cit.,hlm.130
[17] Loc.Cit.
[18] Aep Saepuloh dan Tarsono. Op.Cit.,hlm.112-113
[19] Loc.cit.hlm 131
Keren SOB makalahnya
BalasHapusNambah ilmu gw :D
Thanks
THANKS :)
BalasHapussaya IBU KARMILA posisi sekarang di malaysia
BalasHapusbekerja sebagai ibu rumah tangga gaji tidak seberapa
setiap gajian selalu mengirimkan orang tua
sebenarnya pengen pulang tapi gak punya uang
sempat saya putus asah dan secara kebetulan
saya buka FB ada seseorng berkomentar
tentang AKI NAWE katanya perna di bantu
melalui jalan togel saya coba2 menghubungi
karna di malaysia ada pemasangan
jadi saya memberanikan diri karna sudah bingun
saya minta angka sama AKI NAWE
angka yang di berikan 6D TOTO tembus 100%
terima kasih banyak AKI
kemarin saya bingun syukur sekarang sudah senang
rencana bulan depan mau pulang untuk buka usaha
bagi penggemar togel ingin merasakan kemenangan
terutama yang punya masalah hutang lama belum lunas
jangan putus asah HUBUNGI AKI NAWE 085-218-379-259 tak ada salahnya anda coba
karna prediksi AKI tidak perna meleset
saya jamin AKI NAWE tidak akan mengecewakan