Kamis, 05 Maret 2015

Makalah Islam, Musyawarah dan Demokrasi



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Demokrasi merupakan sebuah sistem yang paling banyak dianut pada masa ini. Saat ini, banyak sekali Negara yang menganut sistem demokrasi sebagai sistem pemerintahannya. Demokrasi sendiri berarti sistem yang berasal dari rakyat,oleh rakyat dan untuk rakyat. Demokrasi sering diartikan sebagai penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, partisipasi dalam pengambilan keputusan, dan persamaan hukum. Dalam tradisi negara-negara barat, demokrasi didasarkan pada penekanan bahwa rakyat seharusnya menjadi pemerintah bagi dirinya sendiri dan wakil rakyat menjadi pengendali yang bertanggung jawab terhadap tugasnya. Oleh karenanya, rakyat tidak mungkin mengambil keputusan karena jumlah yang terlalu besar. Maka dibentuklah Dewan Perwakilan Rakyat. Pemerintah dipilih secara langsung oleh rakyat dan berfungsi sebagai penyalur  aspirasi dan membuat kebijakan untuk kepentingan rakyat demi kesejahteraan rakyat.
Sistem demokrasi pun dipercaya sebagai sebuah sistem pemerintahan di Indonesia. Indonesia memiliki badan legislatif yang anggotanya merupakan wakil rakyat. Rakyat juga berwenang memilih presiden dan wakil presiden. Namun kenyataannya, Indonesia masih dalam masa “belajar” berdemokrasi, masih dalam masa sosialisasi tentang demokrasi yang sebenarnya. Masih banyak rakyat yang tidak mengerti hakikat dari berdemokrasi, dan masih banyak pula yang salah mengaplikasikan bentuk dari demokrasi tersebut.
Dalam Islam, demokrasi telah diajarkan Rasulullah SAW. Yaitu dengan musyawarah. Contohnya, pada saat perang badar, beliau mendengarkan saran sahabatnya mengenai lokasi perang walaupun itu bukan pilihan yang yang diajukan olehnya. Rasulullah pun mulai sering melakukan musyawarah bersama sahabat-sahabatnya untuk memutuskan sesuatu. Namun yang terjadi saat ini, banyak orang yang menganggap bahwa sistem demokrasi diadaptasi dari Negara-negara barat, sehingga sistem demokrasi dianggap tidak sesuai dengan kaidah-kaidah Islam. Musyawarah dalam Islam dianggap sebagai suatu cara untuk menemui kata mufakat secara adil dan kekeluargaan. Sedangkan sistem demokrasi negara barat dianggap memiliki tujuan yang bersifat duniawi dan materialistis. Maka dari itu, kita perlu memahami hakikat demokrasi, musyawarah dan pelaksanaan demokrasi yang ideal yang sesuai dengan kaidah-kaidah Islam serta sesuai dengan cita-cita bangsa dalam Pancasila.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa makna dari demokrasi dan bagaimana perkembangannya?
2.      Bagaimana pelaksanaan demokrasi yang ideal?
3.      Bagaimana pandangan Islam terhadap demokrasi?
4.      Apa makna dari musyawarah dalam Islam?

1.3  Tujuan
Adapun tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pancasila
2.      Untuk memberikan pemahaman mengenai makna demokrasi dan musyawarah
3.      Untuk memberikan gambaran bagaimana pelaksanaan demokrasi yang ideal
4.      Untuk memberikan penjelasan mengenai pandangan Islam terhadap demokrasi
1.4  Manfaat
1.      Dengan memahami demokrasi dan musyawarah yang sesungguhnya, maka akan terciptanya pengaplikasian nilai-nilai demokrasi maupun musyawarah tersebut dengan baik dalam kehidupan sehari-hari
2.      Menyeimbangkan dan menjalankan demokrasi sesuai peraturan tanpa memecah belah demokrasi dengan Islam.






BAB II
ISLAM, MUSYAWARAH, DAN DEMOKRASI

A.    Demokrasi
1.      Pengertian Demokrasi
Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri atas dua kata, yaitu demos, yang berarti rakyat, dan cratein, yang berarti pemerintah. Maka dilihat dari arti katanya, istilah demokrasi mengandung arti pemerintahan rakyat, yang kemudian lebih dikenal dengan pengertian pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat (government from the people, by the people, and for people)[1]
Batasan demokrasi menurut pengertian secara harafiah diatas menimbulkan kontradiksi dalam pemahamannya, karena dalam pengertian demikian berarti yang berjumlah lebih banyak memerintah yang jumlahnya lebih sedikit, sedangkan dalam kenyataannya adalah sebaliknya, yaitu yang berjumlah lebih sedikit memerintah, yang berjumlah lebih banyak diperintah. Mengenai pengertian demokrasi ini Jean Jacques Rousseau mengemukakan: [2]
“Kalau dipegang arti kata seperti diartikan umum, maka demokrasi yang sungguh-sungguh tidak pernah ada dan tidak ada. Adalah berlawanan dengan kodrat alam, bahwa yang berjumlah terbesar memerintah, sedangkan yang paling sedikit harus diperintah”
Berhubungan dengan hal itu, maka demokrasi dapat diberikan pengertian sebagi suatu sistem pemerintahan yang mengikutsertakan rakyat. Dari hal tersebut sesungguhnya pengertian demokrasi itu mengalami perkembangan sejalan dengan paham dan asas yang dianut oleh suatu Negara dalam kehidupan bernegara.
Negara-negara yang ada didunia kini mendasarkan diri atas paham dan asas demokrasi, meskipun paham dan asas yang dianutnya tersebut didalam pelaksanaannya tidak sama atau berbeda, sehingga kita mengenal adanya berbagai sebutan yang dikaitkan dengan paham demokrasi, seperti : social democracy, liberal democracy, people democracy, guided democracy, dan sebagainya.
Pelaksanaan demokrasi yang tidak sama antara Negara yang satu dengan lainnya dapat dilihat dalam berbagai konstitusi Negara, dimana dikenal adanya macam-macam bentuk dan sistem ketatanegaraan seperti: Negara kesatuan dan Negara federal, Negara republik dan Negara kerajaan, dengan sistem yang dianutnya sepert: sistem satu kamar dan dua kamar, sistem pemerintahan parlementer dan pemerintahan presidensil, sistem diktatorial dan sistem campuran, dan sebagainya.[3]
Norma-norma yang menjadi pandangan hidup demokrasi:[4]
1)      Pentingnya kesadaran akan pluralismee
2)      Musyawarah
3)      Pertimbangan moral
4)      Pemufakatan yang jujur dan sehat
5)      Pemenuhan segi-segi ekonomi
6)      Kerjasama antar warga masyarakat dan sikap mempercayai itikad baik masing-masing
7)      Pandangan hidup demokratis harus dijadikan unsur yang menyatu dengan sistem pendidikan.
2.      Perkembangan Demokrasi di Indonesia
Perkembangan demokrasi di Indonedia mengalami pasang-surut dari masa kemerdekaan sampai sekarang ini. Dalam perjalanan bangsa dan Negara Indonesia, masalah pokok yang dihadapi ialah bagaimana demokrasi mewujudkan mereka dalam sisi kehidupan berbangsa dan bernegara. Perkembangan demokrasi di Indonesia dilihat dari segi waktu dibagi dalam empat periode :[5]


a.       Demokrasi Parlementer (1945-1959)
Sistem parlementer yang mulai berlaku setelah kemerdekaan kemudian diperkuat dalam UUD 1945 dan 1950, ternyata tidak cocok di Indonesia. Persatuan yang digalang selama menghadapi musuh bersama tidak dapat dibina menjadi kekuatan konstruktif setelah kemerdekaan tercapai. Karena lemahnya benih-benih demokrasi sistem ini. UUD 1950 menetapkan berlakunya sistem parlementer dimana badan eksekutif terdiri dari presiden sebagai kepala negara konstitusional dan beserta menteri-menterinya yang mempunyai tanggung jawab politik. Karena fragmentasi partai politik usia kabinet pada masa ini jarang dapat bertahan cukup lama. Koalisi yang dibangun dengan sangat gampang pecah. Hal inilah yang mendorong Ir. Soekarno sebagi presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli yang menentukan berlakuknya kembali UUD 1945. Dengan demikian masa demokrasi ini berakhir.[6]
b.      Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Ciri-ciri demokrasi ini adalah dominasi dari presiden, terbatasnya partai politik, berkembangnya pengaruh komunis dan meluasnya peran ABRI sebagai unsure social politik. Banyak sekali penyimpangan yang terjadi pada masa pemerintahan ini, diantaranya pengangkatan Ir. Soekarno sebagai presiden seumur hidup, yang tidak sesuai dengan UUD 1945. Selain itu presiden juga membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat hasil Pemilihan Umum, padahal dalam penjelasan UUD 1945 secara eksplisit ditentukan bahwa presiden tidak mempunyai wewenang untuk berbuat demikian.[7]
c.       Demokrasi Pancasila (1965-1998)
Landasan formal demokrasi ini yaitu Pancasila, UUD 1945 serta ketetapan MPRS. Dalam usaha meluruskan penyelewengan terhadap UUD pada masa demokrasi terpimpin, Tap MPRS No. III/1963 mengenai penetapan masa jabatan seumur hidup Ir. Soekarno telah dibatalkan.[8]
Beberapa perumusan tentang demokrasi Pancasila sebagai berikut :
1)      Demokrasi dalam bidang politik pada hakikatnya adalah menegakkan kembali asas-asas Negara hukum dan kepastian hukum.
2)      Demokrasi dalam bidang ekonomi pada hakikatnya adalah kehidupan yang layak bagi semua warga Negara.
3)      Demokrasi dalam bidang hukum pada hakikatnya bahwa pengakuan dan perlindungan HAM, peradilan yang tidak memihak.
Dengan demikian secara umum dapat dijelaskan bahwa watak demokrasi Pancasila tidak berbeda dengan demokrasi pada umumnya. Karena demokrasi Pancasila memandang kedaulatan rakyat sebagai inti dari sistem demokrasi. Namun demikian “demokrasi Pancasila” dalam rezim Orde Baru hanya sebagai retorika dan gagasan belum sampai pada tataran praktis atau penerapan. Karena dalam praktiknya rezim ini sangat tidak memberikan ruang bagi kehidupan berdemokrasi.[9]
d.      Demokrasi Orde Reformasi (1998-Sekarang)
Runtuhnya rezim otoriter orde baru telah membawa harapan baru bagi tumbuhnya demokrasi di Indonesia. Bergulirnya reformasi yang mengiringi runtuhnya keruntuhan rezim tersebut menandakan tahap awal bagi transisi demokrasi di Indonesia. Transisi demokrasi merupakan fase krusial yang kritis, karena dalam fase ini akan ditentukan akan kearah mana demokrasi yang akan dibangun. Sukses atau gagalnya suatu transisi sangat tergantuung pada empat faktor kunci, yaitu :
-          Komposisi elite politik
-          Desain institusi politik
-          Kultur politik atau perubahan sikap terhadap politik.
-          Masyarakat madani (Civil Society)[10]
3.      Pelaksanaan Demokrasi yang Ideal
Menurut Dahl (1958:10) berkaitan dengan problem pluralisme demokrasi,proses demokrasi yang ideal hendaknya memenuhi 5 kriteria: [11]
1)      Persamaan hak pilih : Dalam mebuat keputusan kolektif yang mengikat, hak istimewa dari setiap warga Negara seharusnya diperhatikan secara berimbang dalam menentukan keputusan terakhir.
2)      Partisipasi efektif : Dalam seluurh proses pembuatan keputusan secara kolektif, termasuk tahap penentuan agenda kerja, setiap warga Negara harus mempunyai kesempatan yang sama dan memadai untuk menyatakan hak-hak istimewanya dalam rangka mewujudkan kesimpulan terakhir.
3)      Pembenaran kebenaran : Dalam waktu yang dimungkinkan, karena keperluan untuk suatu keputusan, setiap warga Negara harus mempunyai peluang yang sama dan memadai untuk melakukan penilaian logis demi mencapai hasil yang paling diinginkan.
4)      Kontrol Terakhir terhadap agenda : Masyarakat harus mempunyai kekuasaan eksklusif untuk menentukan soal-soal mana yang harus dan tidak harus diputuskan melalui proses-proses yang memenuhi ketiga criteria yang disebut pertama. Dengan cara lain, tidak memisahkan masyarakat dari hak kontrolnya terhadap agenda dan dapat mendelegasikan wewenang kekuasaan kepada orang-orang lain yang mungkin dapat membuat keputusan-keputusan lewat proses non demokrasi.
5)      Pencakupan : Masyarakat harus meliputi semua orang dewasa dalam kaitannya dengan hukum, kecuali pendatang sementara.

4.      Pandangan Islam terhadap Demokrasi
Perdebatan tentang hubungan antara Islam dan demokrasi sebagaimana diakui oleh Mun’im A. Sirry  memang masih menjadi perdebatan yang belum terselesaikan. Berdasarkan pemetaan yang dikembangkan oleh Jhon L. Esposito dan James P. Piscatory (Syukron Kamil : 2002) secara umum dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok pemikiran.[12]
Pertama, Islam dan demokrasi adalah dua sistem politik yang berbeda. Islam dipandang sebagai sistem politik alternatif terhadap demokrasi. Demokrasi sebagai sistem barat tidak tepat untuk dijadikan acuan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sementara Islam sebagai agama kaffah yang tidak hanya mengatur aspek teologi (aqidah) dan ibadah, melainkan mengatur segala aspek kehidupan umat manusia. Ini diungkapkan oleh elit kerajaan Arab Saudi dan elit politik Iran pada masa awal revolusi Iran, Syekh FadhAllah Nuri, Sayyid Qutb, Thabathabi, Al-Sya’rawi dan Ali Benhadj.[13]
Kedua, kelompok yang menyatakan bahwa Islam dan Demokrasi merupakan konsep yang sejalan setelah diadakan penyesuaian penafsiran terhadap konsep demokrasi itu sendiri. Diantara tokoh dari kelompok ini adalah al-Maududi, Abdul Fattah Morou, dan Taufiq Asy-Syawi.[14]
Ketiga, Islam adalah sistem nilai yang membenarkan dan mendukung sistem demokrasi . Pandangan ini yang paling dominan yang ada di Indonesia, karena demokrasi sudah menjadi bagian integral sistem pemerintahan Indonesia dan Negara-negara Islam lainnya. Diantara tokoh-tokohnya yaitu,  Fahmi Huwaidi, al-Aqqad, M Husain Haekal, Robert N. Bellah. Di Indonesia diwakili oleh Nurcholis Majid (Cak Nur), Amien Rais, Munawir Syadzali, A. Syafi’i Ma’arif dan Abdurrahman Zahid.[15]
Penerimaan Negara-negara Islam terahadap demokrasi bukan bararti demokrasi dapat berkembang dengan cepat secara otomatis. Ada beberapa alas an teoritis yang dapat menjelaskan tentang lambatnya pertumbuhan dan perkembangan demokrasi di dunia Islam : [16]
1)      Pemahaman doktrinal menghambat praktek demokrasi. Hal ini disebabkan oleh kebanyakan kaum muslim yang cenderung memahami demokrasi sebagai sesuatu yang bertentangan dengan Islam.
2)      Persoalan kultur. Sebenarnya demokrasi telah dicoba di Negara-negara Islan sejak paruh pertama abad dua puluh tetapi gagal. Tampaknya ia akan sukses pada masa-masa mendatang, karena warisan kultural masyarakat muslim sudah terbiasa dengan otokrasi dan ketaatan pasif. Persoalan kultur ditengarai sebagai yang paling bertanggung jawab mengapa sulit membangun demokrasi di Negara Islam. Sebab, secara doktrinal, pada dasarnya hamper tidak dijumpai hambatan teologis dikalangan tokoh-tokoh partai, ormas, atau gerakan Islam. Bahkan ada kecenderungan untuk merambah tugas baru yaitu merekonsiliasi perbedaan antara teori politik modern dengan doktrin Islam.
3)      Lambannya pertumbuuhan demokrasi di dunia Islam tak ada hubungannya dengan teologi maupun kultur, melainkan lebih terkait dengan sifat alamiah demokrasi itu sendiri. Untuk membangun demokrasi dibutuhkan kesungguhan, kesabaran, dan diatas segalanya adalah waktu. Jhon Esposito dan O. Voll adalah tokoh yang tetap optimis terhadap masa depan demokrasi di dunia Islam. Terlepas dari itu semua, tak dapat diragukan lagi, pengalaman empirik demokrasi dalam sejarah Islam memang terbatas.[17]

5.      Demokrasi sebagai Implementasi Sila Keempat : Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan / Perwakilan
Sila keempat ini mempunyai makna bahwa kekuasaan ada di tangan rakyat, dan dalam melaksanakan kekuasaannya, rakyat menjalankan sistem perwakilan (rakyat memilih wakil-wakilnya mealui pemilihan umum) dan keputusan-keputusan yang diambil dilakukan dengan jalan musyawarah yang dikendalikan dengan pikiran yang sehat, jernih, logis, serta penuh tanggung jawab baik kepada Tuhan maupun rakyat yang diwakilinya. Butir-butir implementasi sila keempat adalah sebagai berikut :[18]
1.      Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat. Butir ini menghendaki masyarakat harus mengawal wakil rakyat yang dipilih lewat pemilu, agar setiap keputusan wakil rakyat mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
2.      Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain. Butir ini menghendaki setiap warga negara untuk tidak memaksakan kehendak kepada orang lain, menghormati setiap perbedaan, dan dengan akal sehat melakukan kompromi demi kebaikan masyarakat dan negara.
3.      Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama. Butir ini menghendaki adanya musyawarah yaitu pembahasan secara bersama-sama atas suatu penyelesaian masalah.
4.      Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan. Butir ini menghendaki agar pengambilan keputusan secara bersama-sama didasarkan semangat kekeluargaan yaitu hubungan kekerabatan yang sangat erat dan mendasar di masyarakat.
5.      Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah. Butir ini menghendaki, setiap keputusan yang diambil dalam musyawarah untuk diterima dan dilaksanakan dengan baik
6.      Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur. Butir ini menghendaki prinsip musyawarah dalam memecahkan masalah bukan menang dan kalah, serta kepentingan golongan, tetapi dengan menggunakan akal sehat, tidak mabuk dan anarki, sesuai dengan hati nurani.
7.      Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
B.     Musyawarah
      Kata musyawarah terambil dari kata (شور )  syawara  yang pada mulanya  bermakna “mengeluarkan madu dari sarang lebah”. Makna ini kemudian berkembang, sehingga mencakup segala sesuatu yang dapat diambil / di keluarkan dari yang lain ( termasuk pendapat).  Orang yang bermusyawarah bagaikan  orang yang minum madu (Quraish Shihab : 2001)
Dari makna dasarnya ini diketahui bahwa lingkaran musyawarah yang terdiri dari peserta dan pendapat yang akan disampaikan adalah lingkaran yang bernuansa kebaikan. Peserta musyawarah adalah bagaikan lebah yang bekerja sangat disiplin, solid dalam bekerja sama dan hanya makan dari hal- hal yang baik saja ( disimbolkan dengan kembang), serta tidak melakukan gangguan  apalagi merusak dimanapun ia hinggap dengan catatan ia tidak diganggu. Bahkan sengatannya pun bisa menjadi obat. Sedangkan isi atau pendapat musyawarah itu bagaikan madu yang dihasilkan oleh lebah. Madu bukan hanya manis tapi juga menjadi obat dan karenanya  menjadi sumber kesehatan dan kekuatan. Itulah hakekat dan semangat sebenarnya dari musyawarah. Karenanya kata tersebut tidak digunakan kecuali untuk hal- hal yang baik- baik saja.
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekeliling. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan maksudnya : urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya.kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakal-lah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepadaNya (Q.S. Ali Imran : 159)
Perintah bermusyawarah pada ayat diatas turun setelah peristiwa menyedihkan pada perang uhud. Ketika itu menjelang pertempuran, Nabi mengumpulkan sahabat-sahabatnya untuk memusyawarahkan bagaimana sikap menghadapi musuh yang sedang dalam perjalanan dari Mekah ke Madinah. Nabi cenderung bertahan di kota Madinah, dan tidak keluar menghadapi musuh yang datang dari mekah. Sahabat-sahabat beliau, terutama kamu muda yang penuh semangat mendesak agar kaum muslim, dibawah pimpinan Nabi Muhammad SAW keluar menghadapi musuh.
Pendapat mereka itu mendapat dukungan mayoritas, sehingga Nabi menyetujuinya. Tetapi, peperangan berakhir dengan gugurnya para sahabat yang jumlahnya tidak kurang dari tujuh puluh orang. Konteks turunnya ayat ini, serta kondisi psikologis yang dialami Nabi dan sahabat beliau amat perlu digaris bawahi untuk melihat bagaimana pandangan Al-Quran tentang musyawarah.
Ayat ini seakan-akan berpesan kepada Nabi, bahwa musyawarah harus tetap dipertahankan dan dilanjutkan. Walaupun terbukti pendapat yang mereka putuskan keliru. Kesalahan mayoritas lebih dapat ditoleransi dan dapat menjadi tanggung jawab bersama,dibandingkan dengan kesalahan seseorang meskipun diakui kejituan pendapatnya sekalipun.
Dari ayat tersebut dapat diambil empat sikap ideal ketika dan setelah melakukan musyawarah :
1.      Sikap lemah lembut. Seseorang yang melakukan musyawarah, apalagi  pemimpin harus menghindari tutur kata yang kasar serta sikap keras kepala.
2.      Memberi maaf dan membuka lembaran baru. Sikap ini harus dimiliki peserta musyawarah, sebab tidak akan berjalan baik, kalau peserta masih diliputi kekeruhan hati apalagi dendam.
3.      Memiliki hubungan yang harmonis dengan Tuhan yang dalam ayat itu dijelaskan dengan permohonan ampunan kepada- Nya. Itulah  sebabnya  yang harus mengiringi musyawarah adalah permohonan maghfiroh dan ampunan Ilahi.
4.      Setelah selesai semuanya harus diserahkan kepada Allah, bertawakkal.
            Kita sering mendengar mengenai Syura jika berbicara tentang musyawarah. Syura, sebenarnya adalah suatu forum, dimana setiap orang mempunyai kemungkinan untuk terlibat dalam urun rembuk, tukar pikiran, membentuk pendapat, dan memcahkan suatu persoalan bersama. [19]
            Musyawarah adalah pembahasan bersama dengan maksud mencapai keputusan bersama dengan maksud mencapai keputusan atas penyelesaian masalah. Bermusyawarah artinya berunding atau berembug. Sedangkan permusyawaratan berarti berunding. Sehingga jelaslah bahwa permusyawaratan dalam sila keempat Pancasila merupakan perundingan dalam rangka pembahasan bersama dengan maksud untuk mencapai keputusan terhadap suatu masalah yang menyangkut orang banyak. [20]
            Orang –orang yang bisa dan layak bermusyawarah sebagaimana yang terisrat dalam Q.S Asy – Syura : 38, bahwa setiap persoalan yang dipecahkan secara kolektif kolegial akan memberikan manfaat dan kemashlahatan yang luas. Bahkan Islam sebagai rahmatan lil alamin tidak membatasi keterlibatan non Islam dalam menyumbangkan sarannya untuk memcahkan masalah. Karena musyawarah dalam Islam bersifat inklusif. 
            Dengan demikian, esensi musyawarah adalah pemberian kesempatan kepada anggota masyarakat yang memiliki kemmapuan dan hak untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan yang mengikat, baik dalam bentuk aturan-aturan hukum atau kebijaksanaan politik.
 
BAB III
ANALISIS DAN KOMENTAR
 
Eksperimentasi demokrasi mewujud dengan pemungutan suara. Voting menjadi kata kunci. Mayoritas-minoritas. Menang atau kalah. Kita sedang dihadapkan pada keprihatinan dimana demokrasi yang mewujud dalam pilkada menghadirkan pimpinan yang terjerat kasus korupsi, yang  menjadi aktor penghambat berkembangnya demokrasi.
Transisi demokrasi di Indonesia membuat demokrasi menjadi sesuatu yang eksplosif (meledak-ledak). Karena eksplosif sering tanpa kontrol, ditambah lemahnya Negara, sering terjadi eksplosi yang berujung pada anarki. Apa yang sebenarnya terjadi dalam eksperimen demokrasi Indonesia? Euforia demokrasi tidak berjalan sejajar dengan peningkatan pemahaman soal demokrasi itu sendiri. Kebebasan kerap disalah artikan sebagai ‘kebebasan tanpa aturan’ dan tanpa kepatuhan pada hukum.
Gejala kekerasan yang terjadi menunjukkan masih jauhnya pemahaman demokrasi sebagai art of compromise. Mengalami demokrasi masih menjadi sesuatu yang baru. Demokrasi tidak cukup bisa dikembangkan sendiri. Ia harus disemaikan,dipupuk secara terencana. Ia membutuhkan pendidikan yang mencakup: pendidikan demokrasi dan pendidikan kewarganegaraan.
Dimana musyawarah? Mohammad Hatta pernah berkata bahwa ada lima unsur demokrasi khas Indonesia, yakni rapat, mufakat, gotong royong, hak mengajukan protes bersama, dan hak menyingkir dari wilayah kekuasaan pemimpin yang tidak adil.
Musyawarah menjadi kata kunci. Tetapi praktis politik menunjukkan pudarnya permusyawaratan untuk mufakat. Tren baru mengarah pada demokrasi transaksional. Parta politik menjadi penyewa perahu bagi kandidat untuk maju dalam pilkada: dan itu uang. Hingga demokrasi kini terlihat sperti sebuah transaksi, mudah dibeli oleh uang.
Eksperimentasi demokrasi yang berjalan sejak lama seharusnya menciptakan kesadaran baru. Demokrasi tak mungkin dilepas dan diserahkan kepada para pelaku untuk menafsirkan sendiri bagaimana demokrasi dipraktikkan. Demokrasi politik juga tak akan bisa bertahan tanpa memunculkan keadilan sosial. Pemimpin visioner dibutuhkan.
Diskursus soal kerakyatan dan musyawarah-mufakat perlu dimunculkan. Pendidikan demokrasi menjadi keniscayaan ditengah pergerakan demokrasi yang tak terkontrol. Esensi musyawarah – mufakat yang terkandung dalam pancasila perlu diaplikasikan dalam praktis politik.
Kita harus melihat dan membumikan kembali relasi Pancasila,konstitusi, undang-undang, serta perilaku poitik. Dengan upaya itu , kita bisa selamat dalam menjalani eksperimentasi demokrasi.
 
 
 
 
 
 
 
 
BAB IV
KESIMPULAN
Demi mewujudnya demokrasi yang sesuai dengan cita-cita bangsa dalam Pancasila, maka kita harus menjalani norma-norma yang menjadi pandangan hidup demokrasi:
1)      Pentingnya kesadaran akan pluralisme
2)      Musyawarah
3)      Pertimbangan moral
4)      Pemufakatan yang jujur dan sehat
5)      Pemenuhan segi-segi ekonomi
6)      Kerjasama antar warga masyarakat dan sikap mempercayai itikad baik masing-masing
7)      Pandangan hidup demokratis harus dijadikan unsur yang menyatu dengan sistem pendidikan.
Pada akhirnya demokrasi yang sesungguhnya, dalam pelaksanaannya haruslah merujuk pada permusyawratan (musyawarah). Dimana esensi musyawarah adalah pemberian kesempatan kepada anggota masyarakat yang memiliki kemmapuan dan hak untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan yang mengikat, baik dalam bentuk aturan-aturan hukum atau kebijaksanaan politik.
Dengan hal tersebut, maka perwujudan dan pelaksanaan demokrasi di Indonesia dapat menuju cita-cita bangsa yang sesungguhnya. Dan idealisme terhadap demokrasi diharapkan dapat dijiwai oleh setiap warga Negara sehingga tidak lagi memunculkan praktik-praktik demokrasi jual beli yang masih terus berlanjut hingga saat ini.








DAFTAR PUSTAKA

Saepuloh,Aep dan Tarsono, Modul Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi Islam, Bandung, Batik Press, 2012

Al Marsudi, Subandi, Pancasila dan UUD 45 : Dalam Paradigma Reformasi , Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2012

Sulaiman, Asep, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bandung, Asman Press, 2012

 


[1] Subandi Al-Marsudi, Pancasila dan UUD’45 Dalam Paradigma Reformasi (Jakarta : Raja Grafindo Nusantara,2001), hlm. 81
[2] Ibid.
[3] Ibid. hlm. 82
[4] Asep Sulaiman, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, (Bandung:Asman Press,2012), hlm. 113
[5] Ibid. hlm.125
[6] Ibid.
[7] Ibid. hlm.126
[8] Ibid. hlm.126
[9] Ibid. hlm.127
[10] Ibid. hlm.127-128
[11] Aep Saepuloh dan Tarsono, Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi Islam (Bandung : Batik Press,2012) .hlm.124
[12] Asep Sulaiman. Op.Cit.,hlm.129
[13] Loc.Cit.
[14] Loc.Cit.
[15] Loc.Cit.
[16] Loc.Cit.,hlm.130
[17] Loc.Cit.
[18]  Aep Saepuloh dan Tarsono. Op.Cit.,hlm.112-113
[19] Loc.cit.hlm 131
[20] Loc.cit.hlm 132

3 komentar:

  1. Keren SOB makalahnya
    Nambah ilmu gw :D
    Thanks

    BalasHapus
  2. saya IBU KARMILA posisi sekarang di malaysia
    bekerja sebagai ibu rumah tangga gaji tidak seberapa
    setiap gajian selalu mengirimkan orang tua
    sebenarnya pengen pulang tapi gak punya uang
    sempat saya putus asah dan secara kebetulan
    saya buka FB ada seseorng berkomentar
    tentang AKI NAWE katanya perna di bantu
    melalui jalan togel saya coba2 menghubungi
    karna di malaysia ada pemasangan
    jadi saya memberanikan diri karna sudah bingun
    saya minta angka sama AKI NAWE
    angka yang di berikan 6D TOTO tembus 100%
    terima kasih banyak AKI
    kemarin saya bingun syukur sekarang sudah senang
    rencana bulan depan mau pulang untuk buka usaha
    bagi penggemar togel ingin merasakan kemenangan
    terutama yang punya masalah hutang lama belum lunas
    jangan putus asah HUBUNGI AKI NAWE 085-218-379-259 tak ada salahnya anda coba
    karna prediksi AKI tidak perna meleset
    saya jamin AKI NAWE tidak akan mengecewakan



    BalasHapus

Tutorial Lengkap Agar disetujui Daftar Google Adsense

Sejak membuat BLOGOOBLOK, ratusan sudah postingan yang saya buat. Tidak sedikit diantaranya membahas  Google Adsense . Ini menandakan...