Kamis, 05 Maret 2015

Makalah Good Governance



BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Good Governance diperkenalkan oleh Bank Dunia dalam publikasinya Sub Saharan Africa : From Crisis to Sustainable Growth pada tahun 1989. Wacana ini memiliki tujuan untuk “memberdayakan masyarakat umum yang ada di Benua Afrika. Wacana Good Governance sendiri yang bergulir pada dekade tahun 90-an tentunya tidak lepas dari perubahan peta politik dunia yang begitu dinamis kala itu. Adapun perubahan  – perubahan  tersebut disinyalir disebabkan oleh tiga faktor antara lain hilangnya legitimasi, keruntuhan ekonomi, dan protes rakyat. Pemikiran tentang good governance ini pertama kali dikembangkan oleh lembaga dana internasional seperti world bank, UNDP dan IMF dalam rangka menjaga dan menjamin kelangsungan dana bantuan yang diberikan kepada negara sasaran bantuan. Penyandang dana bantuan memandang bahwa setiap bantuan untuk negar-negara didunia terutama negara berkembang, sulit berhasil tanpa adanya Good Governance. Karena itu Good Governance menjadi isu sentral dalam hubungan lembaga-lembaga multilateral tersebut bersama negara sasaran, disisi lain memaknai Good Governance sebagai aplikasian kongkrit dari pemerintahan demokrasi dengan demikian Good Governance adalah pemerintahan yang baik dalam standar proses dan maupun hasil-hasilnya semua unsur pemerintahan bisa bergerak secara sinergis, tidak saling berbenturan, memperoleh dukungan dari rakyat dan terlepas dari gerakan-gerakan anarkis yang dapat menghambat proses pembangunan.


B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.    Apa pengertian dari Good Governance?
2.    Apa saja prinsip-prinsip Good Governance ?
3.  Apa yang menjadi penyebab Good Governance masuk ke Indonesia?
C.  Tujuan
Adapun tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah sebagai berikut :
1.        Memenuhi tugas mata kuliah Pancasila
2.        Memberikan pemahaman mengenai pengertian dari Good Governance
3.        Memberikan gambaran bagaimana penerapannya di Indonesia
4.        Menelusuri bagaimana Governance menjadi jalan keluar yang di gembar-gemborkan pada masa orde baru ke reformasi.

















BAB II
GOOD GOVERNANCE

A.    Pengertian Good Governance
Administrasi publik mengalami perkembangan paradigma secara dinamis. Diawali dengan Old Public Administration, di mana terjadi dikotomi locus dan fokus, dan masih kental orientasinya dengan government. OPA pada perkembangannya bergeser menjadi paradigma baru, yaitu  New Public  Manajemen, New Public Services hingga Good Governance (Keban, 2008). Good Governance diterjemahkan sebagai tata pemerintahan yang baik merupakan tema umum kajian yang populer, baik di pemerintahan, civil society maupun di dunia swasta. Kepopulerannya adalah akibat semakin kompleksnya permasalahan, seolah menegaskan tidak adanya iklim pemerintahan yang baik. Good Governance dipromosikan oleh World Bank untuk menciptakan tatanan pemerintahan yang sehat. Pemahaman pemerintah tentang good governance berbeda-beda, namun setidaknya sebagian besar dari mereka membayangkan bahwa dengan good governance mereka akan dapat memiliki kualitas pemerintahan yang lebih baik. Banyak di antara mereka membayangkan bahwa dengan memiliki praktik good governance yang lebih baik, maka kualitas pelayanan publik menjadi semakin baik, angka korupsi menjadi semakin rendah, dan pemerintah menjadi semakin peduli dengan kepentingan warga (Dwiyanto, 2005). Lalu bagaimana sebenarnya asal usul ide Good Governance itu muncul? Bagaimana pula Konsep yang menjadi landasan untuk terwujudnya  Good Governance? Kritik apa saja yang muncul akibat adanya Paradigma Good Governance?. Makalah ini menjelaskan tentang pengertian good governance, kronologi munculnya ide good governance, dan kritik yang muncul terhadap good governance.




ood Governance bisa diartikan juga sebagai kinerja suatu lembaga baik itu pemerintahan, perusahaan, dan organisasi kemasyarakatan. Pemerintahan yang baik, citra negara berdasarkan hukum, dimana masyarakatnya merupakan self regulatory society. Dengan demikian, pemerintahan sudah dapat mereduksi perannya sebagai pembina dan pengawas implementasi visi dan misi bangsa dalam seluruh sendi-sendi kenegaraan melalui pemantauan terhadap masalah-masalah hukum yang timbul dan menindak lanjuti keluahan-keluahan masyarakat dan sebagai fasilitator yang baik. Dengan pengembangan informasi yang baik, kegiatan pemerintahan menjadi lebih transparan, dan akuntabel, karena pemerintah mampu menangkap feedback dan meningkatkan peran serta masyarakat.[1]
Menurut bahasa Good Governance diartikan dengan “pemerintahan yang baik”. Sedangkan menurut istilah Good Governance adalah suatu kesepakatan menyangkut pengaturan negara yang diciptakan bersama oleh pemerintah, masyarakat madani (civil society) dan sektor suasta. Kesepakatan tersebut mencakup keseluruhan bentuk mekanisme, kepentingan, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban, dan menjembatani perbedaan diantara mereka (ICCE  UIN Syahid Jakarta, 2003:181).[2]
Konsep good governance yang dimajukan di atas menggambarkan bahwa sistem pemerintahan yang baik menekankan kepada kesepakatan pengaturan negara yang diciptakan bersama pemerintah, lembaga-lembaga negara yang baik di tingkat pusat maupun daerah, sektor swasta, masyarakat madani.[3]

Dengan demikian Good governance dikategorikan pemerintahan yang baik, dalam standar proses dan maupun hasil-hasilnya, semua unsur pemerintahan bisa bergerak secara sinergis, tidak saling berbenturan, memperoleh dukungan dar rakyat dan terlepas dari gerakan-gerakan anarkis yang dapat menghambat proses pembangunan. Dapat di kategorikan pemerintahan yang baik, jika pembangunan itu dapat dilakukan dengan biaya sangat minimal menuju cita-cita kesejahteraan dan kemakmuran, memperlihatkan hasil indikator kemampuan ekonomi rakyat meningkat, kesejahteraan spiritualisasinya meningkat dengan indikator masyarakat rasa aman, tenang, bahagia dan penuh dengan kedamaian.[4]

B.     Prinsip dan Pilar Good Governance di Indonesia
Berikut adalah prinsip-prinsip Good Governance :
a.       Partisipasi masyarakat
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif.
b.      Tegaknya supremasi hukum
Menurut Asep Sulaiman (2012:156) kerangka hukum harus adil dan di berlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di dalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia. Karna prinsip penegakan hukum menunjukan adanya penegakan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa kecuali, menjungjung tinggi HAM dan memperhatikan nilai-nilai hidup masyarakat.[5]
c.       Transparansi
Tranparansi di bangun atas darsar arus informasi yang bebas, dengan
adanya transparansi maka pemerintahan menunjukan kinerjanya sebagai tolak ukur dan informasi bagi masyarakat dipemerintahan.[6]
d.      Peduli pada stakeholder
Maksud dari peduli pada stakeholder lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha mngayomi semua pihak yang berkepentingan.
e.       Berorientasi pada konsensus
       Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaikbagi kelompok-kelopok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.[7]
f.       Kesetaraan
Kesetaraan adalah perlakuan yang sama kepada semua unsur tanpa memandang atribut yang menempel pada subyek tersebut (prasetya,2001:78). Dalam hal ini jelas bahwa setiap warga juga mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahtraan mereka.[8]
g.      Efektifitas dan Efesien
Proses-proses pemerintahan lembaga –lembaga membuahkan hasil seseuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunaka sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin.[9]
h.      Akuntabilitas
Para pengambil keputusan di pemerintah sektor swasta dan organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan.[10]
i.        Visi strategis
Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.[11]

Berikut adalah pilar-pilar Good Governance :
Good governance hanya bermakna bila keberadaannya ditopang oleh lembaga yang melibatkan kepentingan publik . jenis lembaga tersebut adalah :
a.       Negara
1.      Menciptakan kondisi politik, ekonomi dan sosial yang stabil.
2.      Membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan
3.      Menyediakan public service yang efektifdan accountable
4.      Menegakkan HAM
5.      Melindungi lingkungan hidup
6.      Mengurus standar kesehatan dan standar keselamatan publik [12]
b.      Sektor Swasta
1.      Menjalankan industri
2.      Menceiptakan lapangan kerja
3.      Menyediakan insentif bagi karyawan
4.      Meningkatkan standar hidup masyarakat
5.      Memilahara lingkungan hidup
6.      Menaati peraturan transfer ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat
7.      Menyediakan kredit bagi pengembangan HAM[13]
c.       Masyarakat Madani
1.      Menjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi
2.      Mempengaruhi kebijakan publik
3.      Sebagai sarana cheks dan balances pemerintah
4.      Mengawasi penyalahgunaan kewenangan sosial pemerintah
5.      Mengembangkan SDM
6.      Sarana berkomunikasi antara anggota masyarakat[14]

C.    Latar belakang Good Governance di Indonesia
Transformasi government sepanjang abad ke-20 pada awalnya ditandai dengan konsolidasi pemerintahan demokratis (democratic government) di dunia Barat. Tahap II berlangsung pada pasca Perang Dunia I, diindikasikan dengan semakin menguatnya peran pemerintah. Pemerintah mulai tampil dominan, yang melancarkan regulasi politik, redistribusi ekonomi dan kontrol yang kuat terhadap ruang-ruang politik dalam masyarakat. Peran negara pada tahap ini sangat dominan untuk membawa perubahan sosial dan pembangunan ekonomi. Tahap III, terjadi pada periodisasi  tahun 1960-an sampai 1970-an, yang menggeser perhatian ke pemerintah di negara-negara Dunia Ketiga. Periode tersebut merupakan perluasan proyek developmentalisme (modernisasi) yang dilakukan oleh dunia Barat di Dunia Ketiga, yang mulai melancarkan pendalaman kapitalisme. Pada periode tersebut,  pendalaman kapitalisme itu diikuti oleh kuatnya negara dan hadirnya rezim otoritarian di kawasan Asia, Amerika Latin dan Afrika. Modernisasi mampu mendorong pembangunan ekonomi dan birokrasi yang semakin rasional, partisipasi politik semakin meningkat, serta demokrasi semakin tumbuh berkembang merupakan asumsi perspektif Barat yang dimanifestasikan dalam tahapan tersebut. Perspektif ini kemudian gugur, karena pembangunan ekonomi di kawasan Asia dan Amerika Latin diikuti oleh meluasnya rezim otoritarian yang umumnya ditopang oleh aliansi antara militer, birokrasi sipil dan masyarakat bisnis internasional (Bourgon, 2011). Tahap IV, ditandai dengan krisis ekonomi dan finansial negara yang melanda dunia memasuki dekade 1980-an.  Krisis ekonomi juga dihadapi  Indonesia yang ditandai dengan anjloknya harga minyak tahun 1980-an. Krisis ekonomi pada periode 1980-an mendorong munculnya cara pandang baru terhadap pemerintah. Pemerintah dimaknai bukan sebagai solusi terhadap problem yang dihadapi, melainkan justru sebagai akar masalah krisis. Karena itu pada masa ini berkembang pesat “penyesuaian struktural”, yang lahir dalam bentuk deregulasi, debirokratisasi, privatisasi, pelayanan publik berorientasi pasar. Berkembangnya isu-isu baru ini menandai kemenangan pandangan neoliberal yang sejak lama menghendaki peran negara secara minimal, dan sekaligus kemenangan pasar dan swasta. Tahap V, adalah era 1990-an, dimana proyek demokratisasi (yang sudah dimulai dekade 1980-an) berkembang luas seantero jagad. Pada era ini muncul cara pandang baru terhadap pemerintahan, yang ditandai munculnya governance dan good governance. Perspektif yang berpusat pada government bergeser ke perspektif governance. Sejumlah lembaga donor seperti IMF dan World Bank dan para praktisi pembangunan internasional yang justru memulai mengembangkan gagasan governance dan juga good governance.
Sebagai reaksi terhadap krisis pada tahun 1985, Secretary of the Treasury Amerika Serikat, James Baker menginisiasi sebuah kebijakan baru, yaitu Structural Adjustment Program (SAP). Kebijakan ini berbasis pada Washington Consensus. Berdasarkan kebijkana baru ini, Negara-negara yang ingin mendapatkan utang dari IMF dan Bank Dunia harus berkomitmen untuk melakukan re-strukturisasi atau perubahan dalam kebijakan ekonomi makro mereka, yang berarah pada ekonomi yang berorientasi ekspor (export-led growth), mengurangi peranan Negara dalam ekonomi (good governance), dan privatisasi sector-sektor publik (Gilpin, 2001 :314).
Bank Dunia sendiri dalam mempromosikan good governance di Indonesia melalui tiga pintu yaitu CGI (Consultative Group on Indonesia), Kemitraan untuk Pembaruan Tata Pemerintahan (Partnership for Governance Reform)  dan  Justice for the Poor. Dalam forum tahunan CGI, Bank Dunia memimpin dan memiliki kekuasaan untuk mengarahkan kebijakan ekonomi (termasuk desakan pembentukan peraturan perundang-undangan). Ini bisa terjadi karena pemerintah masih menerima kucuran utang sehingga prasyarat utang tersebut harus dipenuhi sebagai kompensasinya. Sedangkan Bank Dunia pula bekerja secara dekat dengan UNDP dan ADB sebagai sponsor dana utama untuk Partnership for Governance Reform. Melalui forum kelompok multi-stakeholder di Kemitraan ini, Bank Dunia telah terlibat aktif dalam membuat kerangka kerja hukum untuk pembangunan (legal framework for development), seperti pembaruan peradilan, pembaruan hukum, dan pembentukan lembaga pemerintahan baru. Pengaruh besar kemitraan ini adalah justru peran hegemoninya sebagai lembaga dana untuk proyek-proyek governance yang dijalankan oleh tidak saja lembaga negara, namun juga organisasi non-pemerintah. Sedangkan Justice for the Poor adalah sebuah institusi yang baru-baru saja dikreasi Bank Dunia dalam mempromosikan pengurangan kemiskinan di Indonesia, khususnya sebuah strategi pemberdayaan untuk kaum miskin melalui bantuan hukum.
Bagi Bank Dunia, program-program pemberdayaan hukum dan penyadaran hukum merupakan hal penting dalam mewujudkan kaum miskin atas akses keadilan. Dalam urusan pemantauan korupsi, Bank Dunia sendiri memilih menfokuskan lebih banyak pada proyek-proyek yang didanainya sendiri, semacam Proyek Pengembangan Kecamatan (PPK). Proyek pembaruan ketatapemerintahan melalui good governance cenderung untuk melayani promosi konsensus pembaruan sosial dan ekonomi, khususnya dengan mengaplikasikan pemberdayaan teknokratik dan bahasa liberal partisipasi. Di titik ini, diskursus dan arah kecenderungan hak-hak asasi manusia lebih menyesuaikan dengan liberalisasi pasar. Inilah yang disebut “market friendly human rights paradigm‟ (paradigma hak-hak asasi manusia yang ramah pasar). Muncul dan berperannya Justice for the Poor di Indonesia adalah tak terpisahkan dengan program global dalam Poverty Reduction Strategy Papers (PRSPs) yang disponsori Bank Dunia. PRSPs telah mengaplikasikan proyek dan mekanisme seragam untuk berbagai persoalan kemiskinan di negara ketiga. PRSPs yang demikian harus diimplementasikan sebagai kondisi untuk menerima pinjaman. Berdasarkan laporan Focus on Global South yang bermarkas di Bangkok, PRSPs telah mempromosikan kebijakan-kebijakan berorientasikan pasar, perdagangan terbuka, investasi, rezim finansial, dan mendesakkan peran negara agar menghapus perusahaan-perusahaan milik negara.(Wiratraman 2006: 67). Kritik Good Governance Berdasarkan uraian diatas dalam perjalanan penerapan good governance hampir banyak negara mengasumsikannya sebagai sebuah ideal type of governance, padahal konsep itu sendiri sebenarnya dirumuskan oleh banyak praktisi untuk kepentingan praktis-strategis dalam rangka membangun relasi negara-masyarakat-pasar yang baik dan sejajar.
Prinsip Good Governance sebenarnya sudah ditanamkan pada saat Undang – Undang Dasar (UUD) 1945 pertama kali lahir. Prinsip ini dapat dilihat dalam pembukaan UUD 1945 alenia IV. Namun pada perkembangannya Good Governance mulai urgent dibicarakan pasca tumbangnya rezim orde baru.
Tumbangnya rezim orde baru (atau populer disebut masa reformasi) membuat supremasi terhadap sistem demokrasi semakin santer. Demokrasi menjadi menjadi kata kunci dalam Good Governance.
Prinsip dasar yang kami maksud adalah tentang prinsip musyawarah mufakat, menjunjung moralitas, bersikap terbuka, tanggap, menjaga persatuan, berkeadilan social, bergotong-royong, bertanggung jawab, dan berkeinginan luhur.
Hal ini sejalan dengan sembilan nilai prinsipil dalam Good Governance. Misalnya, prinsip transparansi yang sudah terkandung dalam prinsip musyawarah mufakat. Dimana pengambilan keputusan dalam musyawarah mufakat lebih mengutamakan unsur maslahat dibanding politis. Pengambilan keputusan dalam musyawarah mufakat pun dapat diakses oleh keseluruhan stakeholder terkait.
Prinsip lain adalah akuntabilitas. Prinsip akuntabilitas sudah terkandung dalam nilai bertanggung jawab.
Orientasi ideal Good Governance diarahkan pada pencapaian tujuan nasional danpemerintahan yang berfungsi ideal apabila melakukan upaya mencapai tujuan nasional secara efektif dan efisien.
Pada Pembukaan Alenia IV UUD 1945 dinyatakan Tujuan Nasional adalah sebagai berikut;
1)        Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
2)        Memajukan kesejahteraan umum;
3)        Mencerdaskan kehidupan bangsa,
4)        Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Dengan demikian maka Good Governance di Indonesia, dapat didefinisikan sebagai praktek penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis dengan kemampuan mengelola berbagai sumberdaya sosial dan ekonomi dengan baik untuk kepentingan rakyat Indonesia berdasarkan asas musyawarah dan mufakat.
Sedangkan wujudnya di Indonesia berupa Penyelenggaraan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa, efisien dan efektif, tanggap dan bertanggungjawab, bertindak dan berpihak pada kepentingan rakyat, serta mampu menjaga keselarasan hubungan kemitraan melalui proses interaksi yang dinamis dan konstruktif antara pemerintah, rakyat, dan berbagai kelompok kepentingan di dalam tata kehidupan masyarakat Indonesia berdasarkan Pancasila.
Kemasan wujud good governance dalam paradigma dalam negeri, terefleksi dari penekanan pokok-pokok kebijakan yang mencakup tiga bidang, yaitu :
1)      Politik: memposisikan pemerintah sebagai fasilitator, mendorong dialogis yang interaktif, dan dorongan untuk berkembangnya lembaga politik dan tradisi;
2)      Partisipasi masyarakat: mendorong prakarsa lokal terus berkembang dan mendorong peranan maksimal lembaga kemasyarakatan;
3)      Pembangunan Daerah : pengakuan kewenangan daerah (kecuali yang dipusatkan), pemisahaan eksekutif dan legislatif daerah, serta mengawal berkembangnya dinamika Negara Kesatuan Republik Indonesia. Memberikan tekanan orientasi regional/local, menjawab masalah kunci daerah/wilayah, dan memperkuat kerja sama wilayah/antar daerah.










BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Berdasarkan uraian–uraian dari bab–bab sebelumnya maka penulis mengambil kesimpulan yaitu:
1.      Pemerintahan yang baik tidak di lihat dari sistem yang berbuat atau rancanggan undang-undang yang di rumuskan, melainkan suatu sikap yang pasti dalam menangani suatu permasalahn tanpa memandang siapa serta mengapa hal tersebut harus di lakukan.
2.      Good Governance merupakan pengertian dalam hal yang luas sehingga untuk memberikan arti serta defenisi tidak semudah mengartikan kata perkata melainkan perlunya aspek –aspek serta pemikiran yang luas menyangkut bidang tersebut.
3.      Perlunya pengertian menggenai aspek-aspek dalam Good Governance sehingga tidak ada kesalahan dalam aplikasinya.
4.      Penerapan Good Governance dalam sistem kepemerintahan saat ini sangat di perlukan karena peranan perintah dalam memajukan suatu negara sangatlah besar.

B.     Saran
Atas kesimpulan di atas, penulis mengemukakan beberapa saran untuk membenahi kelemahan-kelemahan dalam penegakkan prinsip good governance di Indonesia yaitu:
1.      Integritas dan nilai etika perlu ditingkatkan atau dikomunikasikan dengan perilaku yang terbaik dan melibatkan pihak terkait. Karena sebaik apapun desain sebuah pengawasan tidak akan terlaksana dengan efektif, efisien dan ekonomis jika dilaksanakan oleh orang-orang yang memiliki integritas dan nilai etika yang rendah.
2.      Kinerja Inspektorat atau pengendalian intern perlu terus ditingkatkan meskipun penulis mengusulkan sektor publik, namun itu bukan berarti mengabaikan sektor pengawasan intern.
 
DAFTAR PUSTAKA

·      Saepuloh Aep dan Tarsono,  Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi Islam, Bandung:Batic Press, 2012.
·      Sofhian Subhan dan Sahid Gatara Asep,  Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education), Bandung:Fokusmedia, 2012.
·      Sulaiman Asep,  Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (Civic Education), Bandung:Asman Press, 2012.








[1] Asep saepuloh, Tarsono, Pendidikan Kewarganegaraan(Bandung:Batic Press),hlm.175
[2] Asep Sulaeman, Pendidikan Dan Kewarganegaraan(Bandung:Asman Press),hlm.155
[3] Ibid.
[4] Ibid.
[5] Aep Saepuloh dan Tarsono. Op.Cit.,hlm.176

[6] Asep Sulaeman.Op.Cit.hlm.156
[7] Aep Saepuloh dan Tarsono. Op.Cit.,hlm.177
[8] Ibid.
[9] Loc.Cit.,hlm.157
[10] Loc cit.
[11] Asep Sulaeman.Op.Cit.hlm.178
[12] Aep Saepuloh dan Tarsono. Op.Cit.,hlm.157-158

[13] Loc cit.
[14] Loc cit.

1 komentar:

  1. saya IBU KARMILA posisi sekarang di malaysia
    bekerja sebagai ibu rumah tangga gaji tidak seberapa
    setiap gajian selalu mengirimkan orang tua
    sebenarnya pengen pulang tapi gak punya uang
    sempat saya putus asah dan secara kebetulan
    saya buka FB ada seseorng berkomentar
    tentang AKI NAWE katanya perna di bantu
    melalui jalan togel saya coba2 menghubungi
    karna di malaysia ada pemasangan
    jadi saya memberanikan diri karna sudah bingun
    saya minta angka sama AKI NAWE
    angka yang di berikan 6D TOTO tembus 100%
    terima kasih banyak AKI
    kemarin saya bingun syukur sekarang sudah senang
    rencana bulan depan mau pulang untuk buka usaha
    bagi penggemar togel ingin merasakan kemenangan
    terutama yang punya masalah hutang lama belum lunas
    jangan putus asah HUBUNGI AKI NAWE 085-218-379-259 tak ada salahnya anda coba
    karna prediksi AKI tidak perna meleset
    saya jamin AKI NAWE tidak akan mengecewakan



    BalasHapus

Tutorial Lengkap Agar disetujui Daftar Google Adsense

Sejak membuat BLOGOOBLOK, ratusan sudah postingan yang saya buat. Tidak sedikit diantaranya membahas  Google Adsense . Ini menandakan...