HUBUNGAN
FILSAFAT DENGAN ILMU AKHLAK
Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Filsafat
Dosen
:
Prof.
Dr. Adang Hambali, M.Pd
Disusun
Oleh :
Dedi
Mulyana (1136000028)
FAKULTAS
PSIKOLOGI
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI
SUNAN
GUNUNG DJATI
BANDUNG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Filsafat memang sedikit membingungkan.
Namun dari filsafat itulah kita dapat mengetahui esensi suatu hal. Hingga kini
menjadi pertanyaan. Filsafat masih saja menjadi kajian wajib diberbagai ajang
pendidikan. Di Universitas Negeri maupun swasta. Dalam islam juga ada filsafat
Islam, filsafat yang mengupas tentang keberadaan Islam itu sendiri.
Salah satu pengembangnya adalah ilmu
akhlak, bagaimana keterkaitan filsafat dengan ilmu akhlak. Dimana ilmu akhlak
membahasa tentang manusia dan filsafatpun membahas tentang segala yang ada.
Artinya manusiapun dibahas oleh filsafat. Contoh para filosof muslim,
diantaranya Ibn Sina dan Al-Ghazali, mereka memiliki pemikiran tentang manusia
sebagaimana pemikirannya tentang jiwa.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan filsafat?
2. Apa yang dimaksud Akhlak?
3. Bagaimana hubungan filsafat dan Ilmu
Akhlak?
C.
Tujuan Pembahasan
Selaras dengan rumusan masalah maka tujuan pembahasannya
ialah:
1. Untuk mengetahui pengertian
filsafat.
2. Untuk mengetahui pengertian Akhlak.
3. Untuk mengetahui hubungan antara
filsafat dan ilmu akhlak.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Filsafat
Dilihat dari arti praktisnya
filsafat adalah alam berfikir atau alam pikiran. berfilsafat adalah berpikir.
Langeveld, dalam bukunya “Pengantar pada pemikira filsafat” (1959) menyatakan,
bahwa filsafat adalah perbincangan mengenai suatu hal, sarwa sekalian alam
secara sistematis sampai ke akar-akarnya. Apabila dirumuskan kembali, filsafat
adalah suatu wacana, atau perbincangan mengenai segala hal secara sistematis
sampai konsekuensi terakhir dengan tujuan menemukan hakekatnya.[1]
2.
Perngertian Akhlak
Ibn
Miskawaih (w. 412 H/1030 M) dikenal sebagai pakar bidang akhlak terkemuka dan
terdahulu, secara singkat mengakatan, bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam
dalam jiwa yang mendorong untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran
dan pertimbangan.[2]
3.
Hubungan Filsafat dengan Ilmu Akhlak
Di antara obyek pemikiran filsafat
yang erat kaitannya dengan Ilmu Akhlak adalah tentang manusia. Para filosof
muslim seperti Ibn Sina (9980-1037M.) dan Al-ghazali ( 1059-1111 M) memiliki
pemikiran tentang manusia seperti terlihat dalam pemikirannya tentang jiwa.
[1] Sutardjo A. wirahimrardja, pengantar
filsafat, Bandung: Refika Aditama, Cet I, 2006, hlm. 9-10
[2] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf,
Jakarta: RajaGrafindo persada, Cet I, 1996, hlm. 2
Ibn Sina misalnya menyatakan bahwa
jiwa manusia merupakan satu unit yang tersendiri dan mempunyai wujud terlepas
dari badan. Jiwa manusia timbul dan tercipta tiap kali ada badan, yang sesuai
dan dapat menerima jiwa, lahir di dunia ini. Pada permulaan wujudnya badanlah
yang menolong jiwa manusia untuk dapat berpikir. Pancaindera yang lima dan
daya-daya batin dari jiwa biatanglah yang seperti indera bersam, estimasi dan
rekoleksi yang menolong jiwa manusia untuk memperoloh konsep-konsep dan ide-ide
dari alam sekelilingnya.[3]
Pemikiran filsafat tentang yang
dikemukakan Ibn Sina tersebut memberi petunjuk bahwa dalam pemikiran filsafat
terdapat bahan-bahan atau sumber yang dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi
konsep Ilmu Akhlak.
Pemikiraan tentang manusia dapat
pula kita jumpai pada Ibn Khaldun. Dalam melihat manusia Ibn Khaldun
mendasarkan diri pada asumsi-asumsi kemanusiaan yang sebelumnya lewat
pengetahuan yang ia peroleh dalam ajaran Islam. Ia melihat manusia sebagai
makhluk berpikir. Oleh karena itu manusia mampu melahirkan ilmu pengetahua dan
ternologi. Manusia tidak hanya membuat kehidupannya, tetapi juga menaruh
perhatian terhadap berbagai cara guna memperoleh makna hidup. Proses-proses
semacam ini melahirkan peradaban.[4]
Tatapi kesempurnaan manusia tidak
lahir begitu saja, melainkan malalui suatu proses tertentu. Khaldun
menghubungkan kejadian manusia (sempurna) dalam perkembangan dan pertumbuhan
alam semesta. Dalam pemikirannya tersebut tampak bahwa manusia adalah makhluk
budaya yang kesempurnaanya baru akan terwujud jika ia berinteraksi dengan
lingkungan sosialnya. Ini menunjukan tentang perlunya pembinaan manusia,
termasuk dalam pembinaan akhlaknya.
[3] Harun Nasution, Falsafah dan Mistisisme
dalm Islam, Jakarta: Bulan Bintang, Cet. III, hlm.38.
[4] M. Dawan Rajardjo (Ed.), Insan
Kamil Konsepsi Manusia Menurut Islam, Jakarta: Grafiti Pers, Cet. II, 1987, hlm. 151.
BAB III
KESIMPULAN
A.
KESIMPULAN
Filsafat
ialah berpikir ke akar-akarnya untuk menemukan hakekat kebenaran, sedangkan
Akhlak ialah kebiasaan seseorang atau perilahu seseorang yang dilakukan tanpa
mempertimbangannya terlebih dahulu.
Filsafat dan ilmu Akhlak memang
sangat erak hubungannya, karena filsafat membahas tentang manusia, dan manusia
mempunyai jiwa yang menimbulkan perilaku. Perilaku tersebut disebut akhlak.
Pemikiran filsafat tentang manusia dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi ilmu
Akhlak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar