PSIKOLOGI GESTALT
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Sejarah Aliran
Psikologi
Dosen:
Dr. Agus Abdurrahman, M.Psi
Oleh:
Alfi Napisah Suhendra
Alfia Kirana
Bambang Madani Hamzah
Diky Rahmat Arrajabi
Dedi mulyana
Desi Sumanti
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG
DJATI
BANDUNG
2013
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala bimbingan dan limpahan
rahmat-Nya, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini membahas
tentang “Psikologi Gestalt”. Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas Sejarah Aliran Psikologi.
Pada
kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan
yang telah memberikan saran dan masukannya. Semoga amal baiknya mendapat
balasan yang melipat ganda dari Allah SWT.
Menyadari
dari keterbatasan penulis, kritik dan saran dalam penyempurnaan makalah ini
akan sangat diharapkan. Harapan penulis semoga makalah ini bermanfaat bagi
penulis dan pembaca pada umumnya
Bandung,
Desember 2013
|
penulis,
|
BAB I
PEMBASAHAN
A. Latar
Belakang
Max
Wertheimer (1880-1943) seorang yang dipandang sebagai pendiri dari Psikologi
Gestalt, tetapi ia bekerjasama dengan dua temannya, yaitu Kurt Koffka
(1886-1941) dan Wolfgang Kohler (1887-1967). Ketiga tokoh ini mempunyai
pemikiran yang sama atau searah. Kata Gestalt sesungguhnya sudah ada sebelum
Wertheimer dan kawan-kawan menggunakannya sebagai nama. Palland (dari Belanda)
mengatakan bahwa pengertian Gestalt sudah pernah dikemukakan pada jaman Yunani
Kuno.
Menurut
Palland : Plato dalam uraiannya mengenai ilmu pasti (matematika), telah menunjukkan
bahwa dalam kesatuan bentuk terdapat bagian-bagian atau sifat-sifat yang tidak
terdapat (tidak dapat terlihat) pada bagian-bagiannya. Watson sebagai tokoh
aliran behaviorisme menentang Wundt (strukturalisme), sementara itu di Jerman
juga terjadi arus yang menentang apa yang dikemukakan oleh Wundt dan Tithecener
atau kaum strukturalis pada umumnya, yaitu aliran Gestalt yang dipelopori oleh
Max Wertheimer dengan artikelnya “On Apparent Movement”, yang terbit pada tahun
1912. Aliran ini juga menentang aliran behaviorisme yang mempunyai pandangan
yang elementaristik.
Menurut
Gestalt, baik strukturalisme maupun behaviorisme kedua-duanya melakukan
kesalahan, yaitu karena mengadakan atau menggunakan reductionistic approach,
keduanya mencoba membagi pokok bahasan menjadi elemen-elemen. Strukturalisme
mereduksi perilaku dan berpikir sebagai elemen dasar, sedangkan behaviorisme
mereduksi perilaku menjadi kebiasaan (habits), respons berkondisi atau secara
umum dapat dikemukakan hubungan stimulus-respon. Aliran Gestalt tidak setuju mengenai
reduksi ini.
Pandangan
pokok psikologi Gestalt adalah berpusat bahwa apa yang dipersepsi itu merupakan
suatu kebulatan, suatu unity atau suatu Gestalt. Psikologi Gestalt semula memang
timbul berkaitan dengan masalah persepsi, yaitu pengalaman Wertheimer di stasiun
kereta api yang disebutnya sebagai phi phenomena. Dalam pengalaman tersebut sinar
yang tidak bergerak dipersepsi sebagai sinar yang bergerak (Garret, 1958).
Walaupun
secara objektif sinar itu tidak bergerak. Dengan demikian maka dalam persepsi
itu ada peran aktif dalam diri perseptor. Ini berarti bahwa dalam individu mempersepsi
sesuatu tidak hanya bergantung pada stimulus objektif saja, tetapi ada aktivitas
individu untuk menentukan hasil persepsinya. Apa yang semula terbatas pada persepsi,
kemudian berkembang dan berpengaruh pada aspek-aspek lain, antara lain dalam
psikologi belajar. Bagi para ahli pengikut Gestalt, perkembangan itu adalah
proses diferensiasi. Dalam proses diferensiasi itu yang primer adalah
keseluruhan, sedangkan bagian-bagian adalah sekunder, bagian-bagian hanya
mempunyai arti sebagai bagian daripada keseluruhan dalam hubungan fungsional
dengan bagian-bagian yang lainnya, keseluruhan ada terlebih dahulu baru disusul
oleh bagian-bagiannya. Bila kita bertemu dengan seorang teman misalnya, dari
kejauhan yang kita saksikan terlebih dahulu bukanlah bajunya yang baru atau
pulpennya yang bagus, atau dahinya yang terluka, melainkan justru teman kita
itu sebagai keseluruhan, sebagai Gestalt; baru kemudian menuyusul kita saksikan
adanya hal-hal khusus tertentu seperti bajunya yang baru, pulpennya yang bagus,
dahinya yang terluka, dan sebagainya.
B.
Pengertian Psikologi Gestalt
Psikologi
Gestalt merupakan salah satu aliran psikologi yang mempelajari suatu gejala
sebagai suatu keseluruhan atau totalitas, data-data dalam psikologi Gestalt
disebut sebagai phenomena (gejala). Phenomena adalah data yang paling dasar
dalam Psikologi Gestalt. Dalam hal ini Psikologi Gestalt sependapat dengan
filsafat phenomonologi yang mengatakan bahwa suatu pengalaman harus dilihat
secara netral. Dalam suatu phenomena terdapat dua unsur yaitu obyek dan arti.
Obyek merupakan sesuatu yang dapat dideskripsikan, setelah tertangkap oleh
indera, obyek tersebut menjadi suatu informasi dan sekaligus kita telah
memberikan arti pada obyek itu.
C. Tokoh –tokoh Gestalt
1.
Max Wertheimer (1880-1943)
Max
Wertheimer adalah tokoh tertua dari tiga serangkai pendiri aliran psikologi Gestalt.
Wertheimer dilahirkan di Praha pada tanggal 15 April 1880. Ia mendapat gelar Ph.D
nya di bawah bimbingan Oswald Kulpe. Antara tahun 1910-1916, ia bekerja di Universitas
Frankfurt di mana ia bertemu dengan rekan-rekan pendiri aliran Gestalt yaitu,
Wolfgang Kohler dan Kurt Koffka. Bersama-sama dengan Wolfgang Koehler
(1887-1967) dan Kurt Koffka (1887-1941) melakukan eksperimen yang akhirnya
menelurkan ide Gestalt. Tahun 1910 ia mengajar di Univeristy of Frankfurt
bersama-sama dengan Koehler dan Koffka yang saat itu sudah menjadi asisten di
sana. Konsep pentingnya : Phi phenomenon, yaitu bergeraknya objek statis
menjadi rangkaian gerakan yang dinamis setelah dimunculkan dalam waktu singkat
dan dengan demikian memungkinkan manusia melakukan interpretasi. Weirthmeir
menunjuk pada proses interpretasi dari sensasi obyektif yang kita terima.
Proses ini terjadi di otak dan sama sekali bukan proses fisik tetapi proses mental
sehingga diambil kesimpulan ia menentang pendapat Wundt.
Wertheimer
dianggap sebagai pendiri teori Gestalt setelah dia melakukan eksperimen dengan
menggunakan alat yang bernama stroboskop, yaitu alat yang berbentuk kotak dan
diberi suatu alat untuk dapat melihat ke dalam kotak itu. Di dalam kotak
terdapat dua buah garis yang satu melintang dan yang satu tegak. Kedua gambar tersebut
diperlihatkan secara bergantian, dimulai dari garis yang melintang kemudian garis
yang tegak, dan diperlihatkan secara terus menerus. Kesan yang muncul adalah garis
tersebut bergerak dari tegak ke melintang. Gerakan ini merupakan gerakan yang semu
karena sesungguhnya garis tersebut tidak bergerak melainkan dimunculkan secara bergantian.
Pada tahun
1923, Wertheimer mengemukakan hukum-hukum Gestalt dalam bukunya yang berjudul
“Investigation of Gestalt Theory”. Hukum-hukum itu antara lain :
a) Hukum
Kedekatan (Law of Proximity)
b) Hukum
Ketertutupan ( Law of Closure)
c) Hukum
Kesamaan (Law of Equivalence)
2. Kurt
Koffka (1886-1941)
Koffka
lahir di Berlin tanggal 18 Maret 1886. Kariernya dalam psikologi dimulai sejak
dia diberi gelar doktor oleh Universitas Berlin pada tahun 1908. Pada tahun
1910, ia bertemu dengan Wertheimer dan Kohler, bersama kedua orang ini Koffka
mendirikan aliran psikologi Gestalt di Berlin. Sumbangan Koffka kepada
psikologi adalah penyajian yang sistematis dan pengamalan dari prinsip-prinsip
Gestalt dalam rangkaian gejala psikologi, mulai persepsi, belajar, mengingat,
sampai kepada psikologi belajar dan psikologi sosial. Teori Koffka tentang
belajar didasarkan pada anggapan bahwa belajar dapat diterangkan dengan
prinsip-prinsip psikologi Gestalt.
Teori
Koffka tentang belajar antara lain:
a. Jejak
ingatan (memory traces), adalah suatu pengalaman yang membekas di otak. Jejak-jejak
ingatan ini diorganisasikan secara sistematis mengikuti prinsip-prinsip Gestalt
dan akan muncul kembali kalau kita mempersepsikan sesuatu yang serupa dengan
jejak-jejak ingatan tadi.
b.
Perjalanan waktu berpengaruh terhadap jejak ingatan. Perjalanan waktu itu tidak
dapat melemahkan, melainkan menyebabkan terjadinya perubahan jejak, karena
jejak tersebut cenderung diperhalus dan disempurnakan untuk mendapat Gestalt
yang lebih baik dalam ingatan.
c. Latihan yang terus menerus akan memperkuat
jejak ingatan.
3. Wolfgang Kohler (1887-1967)
Kohler
lahir di Reval, Estonia pada tanggal 21 Januari 1887. Kohler memperoleh gelar
Ph.D pada tahun 1908 di bawah bimbingan C. Stumpf di Berlin. Ia kemudian pergi ke
Frankfurt. Saat bertugas sebagai asisten dari F. Schumman, ia bertemu dengan Wartheimer
dan Koffka. Kohler berkarier mulai tahun 1913-1920, ia bekerja sebagai Direktur
stasiun “Anthrophoid” dari Akademi Ilmu-Ilmu Persia di Teneriffe, di mana
pernah melakukan penyelidikannya terhadap inteligensi kera. Hasil kajiannya
ditulis dalam buku betajuk The Mentality of Apes (1925). Eksperimennya adalah :
seekor simpanse diletakkan di dalam sangkar. Pisang digantung di atas sangkar.
Di dalam sangkar terdapat beberapa kotak berlainan jenis. Mula-mula hewan itu
melompat-lompat untuk mendapatkan pisang itu tetapi tidak berhasil. Karena
usaha-usaha itu tidak membawa hasil, simpanse itu berhenti sejenak, seolah-olah
memikir cara untuk mendapatkan pisang itu. Tiba-tiba hewan itu dapat sesuatu
ide dan kemudian menyusun kotak-kotak yang tersedia untuk dijadikan tangga dan
memanjatnya untuk mencapai pisang itu.
Menurut
Kohler apabila organisme dihadapkan pada suatu masalah atau problem, maka akan
terjadi ketidakseimbangan kogntitif, dan ini akan berlangsung sampai masalah
tersebut terpecahkan. Karena itu, menurut Gestalt apabila terdapat ketidakseimbangan
kognitif, hal ini akan mendorong organisme menuju ke arah keseimbangan. Dalam
eksperimennya Kohler sampai pada kesimpulan bahwa organism –dalam hal ini
simpanse– dalam memperoleh pemecahan masalahnya diperoleh dengan pengertian
atau dengan insight.
4. Kurt Lewin (1890-1947)
Pandangan
Gestalt diaplikasikan dalam field psychology oleh Kurt Lewin. Lewin lahir di
Jerman, lulus Ph.D dari University of Berlin dalam bidang psikologi thn 1914.
Ia banyak terlibat dengan pemikir Gestalt, yaitu Wertheimer dan Kohler dan
mengambil konsep psychological field juga dari Gestalt. Pada saat Hitler
berkuasa Lewin meninggalkan Jerman dan melanjutkan karirnya di Amerika Serikat.
Ia menjadi professor di Cornell University dan menjadi Director of the Research
Center for Group Dynamics di Massacusetts Institute of Technology (MIT) hingga
akhir hayatnya di usia 56 tahun.
Mula-mula
Lewin tertarik pada paham Gestalt, tetapi kemudian ia mengkritik teori Gestalt
karena dianggapnya tidak adekuat. Lewin kurang setuju dengan pendekatan Aristotelian
yang mementingkan struktur dan isi gejala kejiwaan. Ia lebih cenderung kearah
pendekatan yang Galilean, yaitu yang mementingkan fungsi kejiwaan. Konsep utama
Lewin adalah Life Space, yaitu lapangan psikologis tempat individu berada dan bergerak.
Lapangan psikologis ini terdiri dari fakta dan obyek psikologis yang bermakna dan
menentukan perilaku individu (B=f L). Tugas utama psikologi adalah meramalkan perilaku
individu berdasarkan semua fakta psikologis yang eksis dalam lapangan psikologisnya
pada waktu tertentu. Life space terbagi atas bagian-bagian yang memiliki batas-batas.
Batas ini dapat dipahami sebagai sebuah hambatan individu untuk mencapai tujuannya.
Gerakan individu mencapai tujuan (goal) disebut locomotion. Dalam lapangan
psikologis ini juga terjadi daya (forces) yang menarik dan mendorong individu mendekati
dan menjauhi tujuan. Apabila terjadi ketidakseimbangan (disequilibrium), maka
terjadi ketegangan (tension).
Salah suatu
teori Lewin yang bersifat praktis adalah teori tentang konflik. Akibat adanya
vector-vector yang saling bertentangan dan tarik menarik, maka seseorang dalam suatu
lapangan psikologis tertentu dapat mengalami konflik (pertentangan batin) yang jika
tidak segera diselesaikan dapat mengakibatkan frustasi dan ketidakseimbangan.
Berdarkan
kepada vector yang saling bertentangan itu. Lewin membagi konflik dalam 3 jenis
:
a) Konflik
mendekat-mendekat (Approach-Approach Conflict). Konflik ini terjadi jika
seseorang menghadapi dua obyek yang sama-sama bernilai positif.
b) Konflik
menjauh-menjauh (Avoidance-Avoidance Conflict).Konflik ini terjadi kalau
seseorang berhadapan dengan dua obyek yang sama-sama mempunyai nilai negative
tetapi ia tidak bisa menghindari kedua obyek sekaligus.
c) Konflik
mendekat-menjauh (Approach-Avoidance Conflict). Konflik ini terjadi jika ada
satu obyek yang mempunyai nilai positif dan nilai negative sekaligus.
D. Prinsip
Dasar Gestalt
1. Interaksi
antara individu dan lingkungan disebut sebagai perceptual field. Setiap perceptual
field memiliki organisasi, yang cenderung dipersepsikan oleh manusia sebagai
figure and ground. Oleh karena itu kemampuan persepsi ini merupakan fungsi bawaan
manusia, bukan skill yang dipelajari. Pengorganisasian ini mempengaruhi makna
yang dibentuk.
2. Prinsip-prinsip pengorganisasian:
·
Principle of Proximity : bahwa
unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktumaupun ruang) dalam bidang
pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
·
Principle of Similarity : individu
akan cenderung mempersepsikan stimulus yang sama sebagai suatu kesatuan.
Kesamaan stimulus itu bisa berupa persamaan bentuk, warna, ukuran dan
kecerahan.
·
Principle of Objective Set :
Organisasi berdasarkan mental set yang sudah terbentuk sebelumnya.
·
Principle of Continuity :
Menunjukkan bahwa kerja otak manusia secara alamiah melakukan proses untuk
melengkapi atau melanjutkan informasi meskipun stimulus yang didapat tidak
lengkap.
·
Principle of Closure/ Principle of
Good Form : Bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau
pengamatan yang tidak lengkap. Orang akan cenderung melihat suatu obyek dengan
bentukan yang sempurna dan sederhana agar mudah diingat.
·
Principle of Figure and Ground :
Yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure
(bentuk) dan ground (latar belakang). Prinsip ini menggambarkan bahwa manusia
secara sengaja ataupun tidak, memilih dari serangkaian stimulus, mana yang
dianggapnya sebagai figure dan mana yang dianggap sebagai ground.
·
Principle of Isomorphism :
Menunjukkan adanya hubungan antara aktivitas otak dengan kesadaran, atau
menunjukkan adanya hubungan structural antara daerahdaerah otak yang terktivasi
dengan isi alam sadarnya.
E. Aplikasi
Prinsip Gestalt
1.
Belajar
Proses
belajar adalah fenomena kognitif. Apabila individu mengalami proses belajar, terjadi
reorganisasi dalam perceptual fieldnya. Setelah proses belajar terjadi,
seseorang dapat memiliki cara pandang baru terhadap suatu problem.
Aplikasi
teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
a. Pengalaman
tilikan (insight) : bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku
yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
b. Pembelajaran
yang bermakna (meaningful learning) : kebermaknaan unsur-unsur yang terkait
akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna
hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari.
c. Perilaku
bertujuan (purposive behavior) : bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku
bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya
dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalaR efektif
jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru
hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta
didik dalam memahami tujuannya.
d. Prinsip
ruang hidup (life space) : bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan
lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya
memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta
didik.
e. Transfer
dalam Belajar : yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran
tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi
dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu
untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tatasusunan yang
tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas
dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi).
Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip
pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan
dalam memecahkan masalah dalam situasi lain.
2.
Insight
Pemecahan
masalah secara jitu yang muncul setelah adanya proses pengujian berbagai dugaan/kemungkinan.
Setelah adanya pengalaman insight, individu mampu menerapkannya pada problem
sejenis tanpa perlu melalui proses trial-error lagi. Konsep insight ini adalah
fenomena penting dalam belajar, ditemukan oleh Kohler dalam eksperimen yang
sistematis.
Timbulnya
insight pada individu tergantung pada :
a. Kesanggupan.
Kesanggupan berkaitan dengan kemampuan inteligensi individu.
b. Pengalaman.
Dengan belajar, individu akan mendapatkan suatu pengalaman dan pengalaman itu akan
menyebabkan munculnya insight.
c. Taraf
kompleksitas dari suatu situasi. Semakin kompleks masalah akan semakin sulit
diatasi
d. Latihan. Latihan
yang banyak akan mempertinggi kemampuan insight dalam situasi yang bersamaan
e. Trial and
Error. Apabila seseorang tidak dapat memecahkan suatu masalah, seseorang akan melakukan
percobaan-percobaan hingga akhirnya menemukan insight untuk memecahkan masalah
tersebut.
3.
Memory
Hasil
persepsi terhadap obyek meninggalkan jejak ingatan. Dengan berjalannya waktu, jejak
ingatan ini akan berubah pula sejalan dengan prinsip-prinsip organisasional terhadap
obyek. Penerapan Prinsip of Good Form seringkali muncul dan terbukti secara eksperimental.
Secara sosial, fenomena ini juga menjelaskan pengaruh gosip/rumor. Fenomena
gossip seringkali berbeda dengan fakta yang ada. Fakta yang diterima sebagai suatu
informasi oleh seseorang kemudian diteruskan kepada orang lain dengan dengan dilengkapi
oleh informasi yang relevan walaupun belum menjadi fakta atau belum diketahui
faktanya.
4. Implikasi Gestalt
a. Pendekatan fenomenologis : menjadi salah satu
pendekatan yang eksis di psikologi dan dengan pendekatan ini para tokoh Gestalt
menunjukkan bahwa studi psikologi dapat mempelajari higher mental process,
yang selama ini dihindari karena abstrak, namun tetap dapat mempertahankan
aspek ilmiah dan empirisnya. Fenomenologi memainkan peran yang sangat penting
dalam sejarah psikologi. Heidegger adalah murid Edmund Husserl (1859-1938),
pendiri fenomenologi modern. Husserl adalah murid Carl Stumpf, salah seorang
tokoh psikologi eksperimental “baru” yang muncul di Jerman pada akhir
pertengahan abad XIX. Kohler dan Koffka bersama Wertheimer yang mendirikan
psikologi Gestalt adalah juga murid Stumpf, dan mereka menggunakan fenomenologi
sebagai metode untuk menganalisis gejala psikologis.
Fenomenologi
adalah deskripsi tentang data yang berusaha memahami dan bukan menerangkan
gejala-gejala. Fenomenologi kadang-kadang dipandang sebagai suatu metode
pelengkap untuk setiap ilmu pengetahuan, karena ilmu pengetahuan mulai dengan
mengamati apa yang dialami secara langsung.
b. Pandangan
Gestalt menyempurnakan aliran behaviorisme: dengan menyumbangkan ide untuk
menggali proses belajar kognitif, berfokus pada higher mental process.
Adanya
perceptual field diinterpretasikan menjadi lapangan kognitif dimana
prosesproses mental seperti persepsi, insight,dan problem solving beroperasi.
Tokoh : Tolman (dengan Teori Sign Learning) dan Kohler (eksperimen menggunakan simpanse
sebagai hewan coba).
F. Hukum – hukum Belajar Gestalt
Dalam
hukum-hukum belajar Gestalt ini ada satu hukum pokok , yaitu hukum Pragnaz, dan
empat hukum tambahan (subsider) yang tunduk kepada hukum yang pokok itu, yaitu hukum–hukum
keterdekatan, ketertutupan, kesamaan, dan kontinuitas. Hukum Pragnaz Pragnaz adalah
suatu keadaan yang seimbang. Setiap hal yang dihadapi oleh individu mempunyai
sifat dinamis yaitu cenderung untuk menuju keadaan pragnaz tersebut. Empat
hukum tambahan yang tunduk kepada hukum pokok, yaitu :
1.
Hukum keterdekatan
Hal-hal
yang saling berdekatan dalam waktu atau tempat cenderung dianggap sebaga suatu
totalitas. Contohnya : Garis-garis di atas akan terlihat sebagai tiga kelompok
garis yang masing-masing terdiri dari dua garis, ditambah dengan satu garis
yang berdiri sendiri di sebelah kanan sekali.
2.
Hukum ketertutupan
Hal-hal
yang cenderung menutup akan membentuk kesan totalitas tersendiri. Contohnya : Gambar
garis-garis di atas akan dipersepsikan sebagai dua segi empat dan garis yang berdiri
sendiri di sebelah kiri, tidak dipersepsikan sebagai dua pasang garis lagi
setelah ada garis melintang yang hampir saling menyambung di antara garis-garis
tegak yang berdekatan.
3.
Hukum kesamaan
Hal-hal
yang mirip satu sama lain, cenderung kita persepsikan sebagai suatu kelompok atau
suatu totalitas. Contohnya :
O O O O O O
O O O O O O O
X X X X X X
X X X X X X X
O O O O O O
O O O O O O O
Deretan
bentuk di atas akan cenderung dilihat sebagai deretan-deretan mendatar dengan bentuk
O dan X berganti-ganti bukan dilihat sebagai deretan-deretan tegak.
4.
Hukum kontinuitas
Orang akan
cenderung mengasumsikan pola kontinuitas pada obyek-obyek yang ada. Contohnya :
Pada gambar diatas, kita akan cenderung mempersepsikan gambar sebagai dua garis
lurus berpotongan, bukan sebagai dua garis menyudut yang saling membelakangi.
G.
Penerapan Teori Gestalt dalam Proses Belajar
Sebelum
membahas teori Gestalt dalam proses belajar ada baiknya membahas prinsipprinsip
belajar menurut teori ini yaitu:
a. Belajar
berdasarkan keseluruhan. Orang berusaha menghubungkan pelajaran yang satu dengan
pelajaran yang lainnya.
b. Belajar
adalah suatu proses perkembangan. Materi dari belajar baru dapat diterima dan
dipahami dengan baik apabila individu tersebut sudah cukup matang untuk
menerimanya. Kematangan dari individu dipengaruhi oleh pengalaman dan
lingkungan individu tersebut.
c. Siswa
sebagai organisme keseluruhan. Dalam proses belajar, tidak hanya melibatkan
intelektual tetapi juga emosional dan fisik individu.
d.
Terjadinya transfer. Tujuan dari belajar adalah agar individu memiliki respon
yang tepat dalam suatu situasi tertentu. Apabila satu kemampuan dapat dikuasai
dengan baik maka dapat dipindahkan pada kemampuan lainnya.
e. Belajar
adalah reorganisasi pengalaman. Proses belajar terjadi ketika individu
mengalami suatu situasi baru. Dalam menghadapinya, manusia menggunakan
pengalaman yang sebelumnya telah dimiliki.
f. Belajar dengan insight. Dalam proses belajar,
insight berperan untuk memahami hubungan diantar unsur-unsur yang terkandung
dalam suatu masalah.
g. Belajar lebih berhasil bila berhubungan dengan
minat, keinginan dan tujuan siswa. Hal ini tergantung kepada apa yang
dibutuhkan individu dalam kehidupan sehari-hari, sehingga hasil dari belajar
dapat dirasakan manfaatnya.
h. Belajar berlangsung terus-menerus. Belajar
tidak hanya terjadi di sekolah, tetapi juga di luar sekolah. Belajar dapat diperoleh
dari pengalaman-pengalaman yang terjadi dalam kehidupan individu setiap waktu.
So bad
BalasHapusSo bad
BalasHapus