TEORI MOTIVASI
Salah satu aspek penting dalam perusahaan untuk meningkatkan atau
menjaga etos kerja para karyawan agar tetap gigih dan giat dalam bekerja guna
meningkatkan atau menjaga produktifitas kerja yaitu dengan memberikan motivasi
(daya perangsang) bagi para karyawan supaya kegairahan bekerja para karyawan
tidak menurun. Kegairahan para pekerja tersebut sangat dibutuhkan suatu
perusahaan karena dengan semangat yang tinggi para karyawan dapat bekerja
dengan segala daya dan upaya yang mereka miliki (tidak setengah-setengah)
sehingga produktifitasnya maksimal dan memungkinkan terwujutnya tujuan yang
ingin dicapai.
Menurut George R. dan Leslie W.
(dalam bukunya Matutina. dkk , 1993) mengatakan bahwa motivasi adalah “……getting
a person to exert a high degree of effort ….” yang artinya motivasi
membuat seseorang bekerja lebih berprestasi. Sedang Ravianto (1986) dalam bukunya ada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi motivasi kinerja, yaitu atasan, rekan,
sarana fisik, kebijaksanaan dan peraturan, imbalan jasa uang, jenis pekerjaan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
motivasi pada dasarnya adalah kondisi mental yang mendorong dilakukannya suatu
tindakan (action atau activities) dan memberikan kekuatan yang mengarah kepada
pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan ataupun mengurangi ketidak seimbangan.
Ada definisi yang menyatakan bahwa motivasi berhubungan dengan :
- Pengaruh perilaku.
- Kekuatan reaksi (maksudnya upaya kerja), setelah seseorang karyawan telah memutuskan arah tindakan-tindakan.
- Persistensi perilaku, atau berapa lama orang yang bersangkutan melanjutkan pelaksanaan perilaku dengan cara tertentu. (Campell , 1970).
Motivasi atau dorongan kepada karyawan
untuk bersedia bekerja bersama demi tercapainya tujuan bersama ini terdapat dua
macam, yaitu:
a)
Motivasi finansial, yaitu dorongan yang dilakukan dengan memberikan
imbalan finansial kepada karyawan. Imbalan tersebut sering disebut insentif.
b) Motivasi nonfinansial, yaitu dorongan yang
diwujudkan tidak dalam bentuk finansial/ uang, akan tetapi berupa hal-hal
seperti pujian, penghargaan, pendekatan manusia dan lain sebagainya (Gitosudarmo dan Mulyono , 1999)
Teori
motivasi dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu teori kepuasan
(content theory) dan teori proses (process theory).
Teori ini dikenal dengan nama konsep Higiene, yang mana cakupannya adalah:
1. Isi Pekerjaan.
Hal ini
berkaitan langsung dengan sifat-sifat dari suatu pekerjaan yang dimiliki oleh
tenaga kerja yang isinya meliputi : Prestasi, upaya dari pekerjaan atau
karyawan sebagai aset jangka panjang dalam menghasilkan sesuatu yang positif di
dalam pekerjaannya, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab,
pengembangan potensi individu.
2. Faktor Higienis.
Suatu
motivasi yang dapat diwujudkan seperti halnya : gaji dan upah, kondisi kerja,
kebijakan dan administrasi perusahaan, hubungan antara pribadi, kualitas
supervisi.
Pada teori tersebut bahwa perencanaan pekerjaan bagi karyawan haruslah menunjukkan keseimbangan antara dua faktor.
Pada teori tersebut bahwa perencanaan pekerjaan bagi karyawan haruslah menunjukkan keseimbangan antara dua faktor.
1. Teori Motivasi Kepuasan (Content Theory)
Teori ini merupakan teori
yang didasarkan pada kebutuhan
insan dan kepuasannya. Maka dapat dicari faktor-faktor pendorong dan
penghambatnya. Pada teori kepuasan ini didukung juga oleh para pakar diantaranya :
* Teori Hirarki Kebutuhan ( A. Maslow)
* Teori Tiga Motif Sosial (D. McClelland)
* Teori Dua Faktor (Frederick Herzberg)
* Teori Tiga Motif Sosial (D. McClelland)
* Teori Dua Faktor (Frederick Herzberg)
* Teori E-R-G ( Clayton Alderfer)
A. Teori Hirarki Kebutuhan ( A.
Maslow)
Penjelasan
mengenai konsep motivasi manusia menurut Abraham Maslow mengacu pada lima
kebutuhan pokok yang disusun secara hirarkis. Tata lima tingkatan motivasi
secara secara hierarkis ini adalah sbb
a) Kebutuhan
yang bersifat fisiologis (lahiriyah)
Manifestasi
kebutuhan ini terlihat dalam tiga hal pokok, sandang, pangan dan papan. Bagi
karyawan, kebutuhan akan gaji, uang lembur, perangsang, hadiah-hadiah dan
fasilitas lainnya seperti rumah, kendaraan dll. Menjadi motif dasar dari
seseorang mau bekerja, menjadi efektif dan dapat memberikan produktivitas yang
tinggi bagi organisasi.
b) Kebutuhan
keamanan dan ke-selamatan kerja (Safety Needs)
Kebutuhan
ini mengarah kepada rasa keamanan, ketentraman dan jaminan seseorang dalam
kedudukannya, jabatan-nya, wewenangnya dan tanggung jawabnya sebagai karyawan.
Dia dapat bekerja dengan antusias dan penuh produktivitas bila dirasakan adanya
jaminan formal atas kedudukan dan wewenangnya.
c) Kebutuhan
sosial (Social Needs)
Kebutuhan
akan kasih sayang dan bersahabat (kerjasama) dalam kelompok kerja atau antar
kelompok. Kebutuhan akan diikutsertakan, mening-katkan relasi dengan
pihak-pihak yang diperlukan dan tumbuhnya rasa kebersamaan termasuk adanya
sense of belonging dalam organisasi.
d) Kebutuhan
akan prestasi (Esteem Needs)
Kebutuhan
akan kedudukan dan promosi dibidang kepegawaian. Kebutuhan akan simbul-simbul
dalam statusnya se¬seorang serta prestise yang ditampilkannya.
e) Kebutuhan
mempertinggi kapisitas kerja (Self actualization)
Setiap
orang ingin mengembangkan kapasitas kerjanya dengan baik. Hal ini merupakan
kebutuhan untuk mewujudkan segala kemampuan (kebolehannya) dan seringkali
nampak pada hal-hal yang sesuai untuk mencapai citra dan cita diri seseorang.
Dalam motivasi kerja pada tingkat ini diperlukan kemampuan manajemen untuk
dapat mensinkronisasikan antara cita diri dan cita organisasi untuk dapat
melahirkan hasil produktivitas organisasi yang lebih tinggi.
Teori
Maslow tentang motivasi secara mutlak menunjukkan perwujudan diri sebagai
pemenuhan (pemuasan) kebutuhan yang bercirikan pertumbuhan dan pengembangan
individu. Perilaku yang ditimbulkannya dapat dimotivasikan oleh manajer dan
diarahkan sebagai subjek-subjek yang berperan. Dorongan yang dirangsang ataupun
tidak, harus tumbuh sebagai subjek yang memenuhi kebutuhannya masing-masing
yang harus dicapainya dan sekaligus selaku subjek yang mencapai hasil untuk
sasaran-sasaran organisasi.
B. Teori Tiga Motif
Sosial (D. McClelland)
David Clarence McClelland (1917-1998) mendapat
gelar doktor dalam psikologi di Yale pada 1941 dan menjadi profesor di
Universitas Wesleyan. McClelland dikenal untuk karyanya pada pencapaian
motivasi. David McClelland memelopori motivasi kerja berpikir, mengembangkan
pencapaian berbasis teori dan model motivasi, dan dipromosikan dalam perbaikan
metode penilaian karyawan, serta advokasi berbasis kompetensi penilaian dan
tes. Ide nya telah diadopsi secara
luas di berbagai organisasi, dan berkaitan erat dengan teori Frederick Herzberg.
David McClelland dikenal menjelaskan tiga jenis
motivasi, yang diidentifikasi dalam buku ”The Achieving Society”:
1. Motivasi untuk berprestasi (n-ACH)
2. Motivasi untuk berkuasa (n-pow)
3. Motivasi untuk berafiliasi/bersahabat (n-affil)
Model Kebutuhan Berbasis Motivasi McClelland
David McClelland (Robbins, 2001 : 173) dalam
teorinya Mc.Clelland’s Achievment Motivation Theory atau teori motivasi
prestasi McClelland juga digunakan untuk mendukung hipotesa yang akan
dikemukakan dalam penelitian ini. Dalam teorinya McClelland mengemukakan bahwa
individu mempunyai cadangan energi potensial, bagaimana energi ini dilepaskan
dan dikembangkan tergantung pada kekuatan atau dorongan motivasi individu dan
situasi serta peluang yang tersedia.
Teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan yaitu
kebutuhan akan prestasi (achiefment), kebutuhan kekuasaan (power), dan
kebutuhan afiliasi.
Model motivasi ini ditemukan diberbagai lini
organisasi, baik staf maupun manajer. Beberapa karyawan memiliki karakter yang
merupakan perpaduan dari model motivasi tersebut.
a. Kebutuhan akan prestasi (n-ACH)
Kebutuhan akan prestasi merupakan dorongan untuk
mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk
sukses. Kebutuhan ini pada hirarki Maslow terletak antara kebutuhan akan
penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Ciri-ciri inidividu yang
menunjukkan orientasi tinggi antara lain bersedia menerima resiko yang relatif
tinggi, keinginan untuk mendapatkan umpan balik tentang hasil kerja mereka,
keinginan mendapatkan tanggung jawab pemecahan masalah.
n-ACH adalah motivasi untuk berprestasi , karena
itu karyawan akan berusaha mencapai prestasi tertingginya, pencapaian tujuan
tersebut bersifat realistis tetapi menantang, dan kemajuan dalam pekerjaan.
Karyawan perlu mendapat umpan balik dari lingkungannya sebagai bentuk pengakuan
terhadap prestasinya tersebut.
b. Kebutuhan akan kekuasaan
(n-pow)
Kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan untuk
membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa
dipaksa tidak akan berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari
individu untuk mengendalikan dan mempengaruhi orang lain. Kebutuhan ini pada
teori Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan
aktualisasi diri. McClelland menyatakan bahwa kebutuhan akan kekuasaan sangat
berhubungan dengan kebutuhan untuk mencapai suatu posisi kepemimpinan.
n-pow adalah motivasi terhadap kekuasaan. Karyawan
memiliki motivasi untuk berpengaruh terhadap lingkungannya, memiliki karakter
kuat untuk memimpin dan memiliki ide-ide untuk menang. Ada juga motivasi untuk
peningkatan status dan prestise pribadi.
c. Kebutuhan untuk berafiliasi atau bersahabat (n-affil)
Kebutuhan akan Afiliasi adalah hasrat untuk
berhubungan antar pribadi yang ramah dan akrab. Individu merefleksikan
keinginan untuk mempunyai hubungan yang erat, kooperatif dan penuh sikap
persahabatan dengan pihak lain. Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang
tinggi umumnya berhasil dalam pekerjaan yang memerlukan interaksi sosial yang
tinggi.
McClelland mengatakan bahwa kebanyakan orang
memiliki kombinasi karakteristik tersebut, akibatnya akan mempengaruhi perilaku
karyawan dalam bekerja atau mengelola organisasi.
Karakteristik
dan sikap motivasi prestasi ala Mcclelland:
a). Pencapaian adalah lebih penting daripada
materi.
b). Mencapai tujuan atau tugas memberikan kepuasan
pribadi
yang lebih besar daripada menerima pujian atau
pengakuan.
c). Umpan balik sangat penting, karena merupakan
ukuran sukses
(umpan balik yang diandalkan, kuantitatif dan
faktual).
Penelitian
David Mcclelland
Penelitian McClelland terhadap para usahawan
menunjukkan bukti yang lebih bermakna mengenai motivasi berprestasi dibanding
kelompok yang berasal dari pekerjaan lain. Artinya para usahawan mempunyai
n-ach yang lebih tinggi dibanding dari profesi lain.
Kewirausahaan adalah merupakan kemampuan kreatif
dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat dan sumberdaya untuk mencari peluang
sukses (Suryana, 2006). Kreativitas adalah kemampuan mengembangkan ide dan
cara-cara baru dalam memecahkan masalah dan menemukan peluang (Suryana, 2006).
Inovasi adalah kemampuan menerapkan kreativitas dalam rangka memecahkan masalah
dan menemukan peluang (Suryana, 2006). Ciri-ciri pokok peranan kewirausahaan
(McClelland, 1961 dalam Suyanto, 1987) meliputi Perilaku kewirausahaan, yang
mencakup memikul risiko yang tidak terlalu besar sebagai suatu akibat dari
keahlian dan bukan karena kebetulan, kegiatan yang penuh semangat dan/atau yang
berdaya cipta, tanggung jawab pribadi, serta pengetahuan tentang hasil-hasil
keputusan; uang sebagai ukuran atas hasil.
Ciri lainnya, minat terhadap pekerjaan
kewirausahaan sebagai suatu akibat dari martabat dan ‘sikap berisiko’ mereka.
Seorang wirausaha adalah risk taker. Risk taker dimaksudkan bahwa seorang
wirausaha dalam membuat keputusan perlu menghitung risiko yang akan
ditanggungnya. Peranan ini dijalankan karena dia membuat keputusan dalam
keadaan tidak pasti. Wirausaha mengambil risiko yang moderat, tidak terlalu
tinggi (seperti penjudi), juga tidak terlalu rendah seperti orang yang pasif
(Hanafi, 2003). Dari hasil penelitiannya, McClelland (1961) menyatakan bahwa
dalam keadaan yang mengandung risiko yang tak terlalu besar, kinerja wirausaha
akan lebih tergantung pada keahlian- atau pada prestasi - dibanding pekerjaan
lain.
Seorang wirausaha untuk melakukan inovasi atau
pembaharuan perlu semangat dan aktif. Mereka bisa bekerja dalam waktu yang
panjang, misal 70 jam hingga 80 jam per minggu. Bukan lama waktu yang penting,
namun karena semangatnya mereka tahan bekerja dalam waktu yang panjang. Bagi
individu yang memiliki n-ach tinggi tidak begitu tertarik pada pengakuan
masyarakat atas sukses mereka, akan tetapi mereka benar-benar memerlukan suatu
cara untuk mengukur seberapa baik yang telah dilakukan.
Dari penelitiannya, McClelland menyimpulkan bahwa
kepuasan prestasi berasal dari pengambilan prakarsa untuk bertindak sehingga
sukses, dan bukannya dari pengakuan umum terhadap prestasi pribadi. Selain itu
juga diperoleh kesimpulan bahwa orang yang memiliki n-ach tinggi tidak begitu
terpengaruh oleh imbalan uang, mereka tertarik pada prestasi. Standar untuk
mengukur sukses bagi wirausaha adalah jelas, misal laba, besarnya pangsa pasar
atau laju pertumbuhan penjualan.
C. Teori Dua
Faktor (Frederick Herzberg)
Frederick Herzberg (1923-2000), adalah seorang ahli
psikolog klinis dan dianggap sebagai salah satu pemikir besar dalam bidang
manajemen dan teori motivasi. Frederick I Herzberg dilahirkan di Massachusetts
pada 18 April 1923. Sejak sarjana telah bekerja di City College of New York.
Lalu tahun 1972, menjadi Profesor Manajemen di Universitas Utah College of
Business. Hezberg meninggal di Salt Lake City, 18 Januari 2000.
Teori
Dua Faktor Hezberg
Frederick Herzberg (Hasibuan, 1990 : 177)
mengemukakan teori motivasi berdasar teori dua faktor yaitu faktor higiene dan
motivator. Dia membagi kebutuhan Maslow menjadi dua bagian yaitu kebutuhan
tingkat rendah (fisik, rasa aman, dan sosial) dan kebutuhan tingkat tinggi
(prestise dan aktualisasi diri) serta mengemukakan bahwa cara terbaik untuk
memotivasi individu adalah dengan memenuhi kebutuhan tingkat tingginya.
Menurut Hezberg, faktor-faktor seperti kebijakan,
administrasi perusahaan, dan gaji yang memadai dalam suatu pekerjaan akan
menentramkan karyawan. Bila faktor-faktor ini tidak memadai maka orang-orang
tidak akan terpuaskan (Robbins,2001:170).
Menurut hasil penelitian Herzberg ada tiga hal
penting yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan (Hasibuan, 1990 : 176)
yaitu :
a. Hal-hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan
yang menantang yang mencakup perasaan berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan,
dapat menikmati pekerjaan itu sendiri dan adanya pengakuan atas semua itu.
b. Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah
terutama pada faktor yang bersifat embel-embel saja dalam pekerjaan, peraturan
pekerjaan, penerangan, istirahat dan lain-lain sejenisnya.
c. Karyawan akan kecewa bila peluang untuk
berprestasi terbatas. Mereka akan menjadi sensitif pada lingkungannya serta
mulai mencari-cari kesalahan.
Herzberg menyatakan
bahwa orang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor yang
merupakan kebutuhan, yaitu :
a. Maintenance Factors
Adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan
dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah. Kebutuhan
kesehatan ini merupakan kebutuhan yang berlangsung terus-menerus, karena
kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi.
b. Motivation Factors
Adalah faktor motivator yang menyangkut kebutuhan
psikologis seseorang yaitu perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan. Factor
motivasi ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang berkaitan
langsung denagn pekerjaan.
Penerapan Teori Dua Faktor Herzberg Dalam Organisasi
Dalam kehidupan
organisasi, pemahaman terhadap motivasi bagi setiap pemimpin sangat penting
artinya, namun motivasi juga dirasakan sebagai sesuatu yang sulit. Hal ini
dikemukakan oleh Wahjosumidjo (1994 : 173) sebagai berikut :
a. Motivasi sebagai suatu yang penting (important subject) karena
peran pemimpin itu sendiri kaitannya dengan bawahan. Setiap pemimpin tidak
boleh tidak harus bekerja bersama-sama dan melalui orang lain atau bawahan,
untuk itu diperlukan kemampuan memberikan motivasi kepada bawahan.
b. Motivasi sebagai suatu yang sulit (puzzling subject), karena
motivasi sendiri tidak bisa diamati dan diukur secara pasti. Dan untuk
mengamati dan mengukur motivasi berarti harus mengkaji lebih jauh perilaku
bawahan. Disamping itu juga disebabkan adanya teori motivasi yang berbeda satu
sama lain.
Untuk memahami motivasi
karyawan digunakan teori motivasi dua arah yang dikemukakan oleh Herzberg:
Pertama, teori yang dikembangkan oleh Herzberg berlaku mikro
yaitu untuk karyawan atau pegawai pemerintahan di tempat ia bekerja saja.
Sementara teori motivasi Maslow misalnya berlaku makro yaitu untuk manusia pada
umumnya.
Kedua, teori Herzberg lebih eksplisit dari teori hirarki
kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dengan performa
pekerjaan. Teori ini dikemukakan oleh Frederick Herzberg tahun 1966 yang
merupakan pengembangan dari teori hirarki kebutuhan menurut Maslow.
Teori Herzberg
memberikan dua kontribusi penting bagi pimpinan organisasi dalam memotivasi
karyawan. Pertama, teori ini lebih eksplisit dari teori hirarki
kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dalam performa
pekerjaan. Kedua, kerangka ini membangkitkan model aplikasi, pemerkayaan
pekerjaan (Leidecker and Hall dalam Timpe, 1999 : 13).
Berdasarkan hasil
penelitian terhadap akuntan dan ahli teknik Amerika Serikat dari berbagai
Industri, Herzberg mengembangkan teori motivasi dua faktor (Cushway and Lodge,
1995 : 138). Menurut teori ini ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi
pekerjaan seseorang, yaitu faktor pemuas (motivation factor) yang
disebut juga dengan satisfier atau intrinsic motivation dan
faktor kesehatan (hygienes) yang juga disebut disatisfier atau ekstrinsic
motivation.
Teori Herzberg ini
melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan termotivasi yaitu faktor
intrinsik yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing
orang, dan faktor ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar
diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja.
Jadi karyawan yang
terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaan yang memungkinnya menggunakan
kreaktivitas dan inovasinya, bekerja dengan tingkat otonomi yang tinggi dan
tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan disini tidak terutama dikaitkan
dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka yang lebih
terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang
diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada
perolehan hal-hal yang diinginkannya dari organisasi (dalam Sondang, 2002 :
107).
Adapun yang merupakan faktor
motivasi menurut Herzberg adalah: pekerjaan itu sendiri (the work it
self), prestasi yang diraih (achievement), peluang untuk maju (advancement),
pengakuan orang lain (ricognition), tanggung jawab (responsible).
Menurut Herzberg faktor
hygienis/extrinsic factor tidak akan mendorong minat para pegawai untuk
berforma baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini dianggap tidak dapat
memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak
menyenangkan, faktor-faktor itu dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial
(Cushway & Lodge, 1995 : 139).
Sedangkan faktor motivation/intrinsic
factor merupakan faktor yang mendorong semangat guna mencapai kinerja yang
lebih tinggi. Jadi pemuasan terhadap kebutuhan tingkat tinggi (faktor motivasi)
lebih memungkinkan seseorang untuk berforma tinggi daripada pemuasan kebutuhan
lebih rendah (hygienis) (Leidecker & Hall dalam Timpe, 1999 : 13).
Dari teori Herzberg
tersebut, uang/gaji tidak dimasukkan sebagai faktor motivasi dan ini mendapat
kritikan oleh para ahli. Pekerjaan kerah biru sering kali dilakukan oleh mereka
bukan karena faktor intrinsik yang mereka peroleh dari pekerjaan itu, tetapi
kerena pekerjaan itu dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka (Cushway &
Lodge, 1995 : 139).
D. Teori E-R-G ( Clayton Alderfer)
Alderfer (1972)
mengemukakan tiga kategori kebutuhan. Kebutuhan tersebut adalah ;
a. Eksistence
(E) atau Eksistensi
Meliputi
kebutuhan fisiologis sepeerti lapar, rasa haus, seks, kebutuhan materi, dan
lingkungan kerja yang menyenangkan.
b. Relatedness (R) atau keterkaitan
Menyangkut
hubungan dengan orang-orang yang penting bagi kita, seperti anggota keluarga,
sahabat, dan penyelia di tempat kerja.
c. Growth (G) atau pertumbuhan
Meliputi
kenginginan kita untuk produktif dan kreatif dengan mengerahkan segenap kesanggupan
kita.
Alderfer menyatakan bahwa :
Pertama :
bila kebutuhan
akan eksistensi tidak terpenuhi, pengaruhnya mungkin kuat, namun
kategori-kategori kebutuhan lainnya mungkin masih penting dalam mengarahkan
perilaku untuk mencapai tujuan.
Kedua :
meskipun suatu
kebutuhan terpenenuhi, kebutuhan dapat berlangsung terus sebagai pengaruh kuat
dalam keputusan.
Jadi secara umum mekanisme kebutuhan dapat dikatakan sebagai
berikut
• Frustration – Regression
• Satisfaction - Progression
2.
Teori Motivasi Proses
(Process Theory)
Teori ini berusaha agar setiap pekerja giat
sesuai dengan harapan organisasi perusahaan. Daya penggeraknya adalah harapan
akan diperoleh si pekerja. Dalam hal ini teori motivasi proses yang dikenal
seperti :
- Teori Harapan (Expectancy Theory), komponennya adalah: Harapan, Nilai (Value), dan Pertautan (Instrumentality).
- Teori Keadilan (Equity Theory), hal ini didasarkan tindakan keadilan diseluruh lapisan serta obyektif di dalam lingkungan perusahaannya.
- Teori Pengukuhan (Reinfocement Theory), hal ini didasarkan pada hubungan sebab-akibat dari pelaku dengan pemberian kompensasi.
Beberapa tokoh yang mendukung teori ini adalah:
1. Equity Theory (S. Adams)
2. Expectancy Theory ( Victor Vroom)
3. Goal Setting Theory (Edwin Locke)
4. Reinforcement Theory ( B.F. Skinner)
5.
X Y Theory (Mc Gregor)
1. Teori
Keadilan
Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong
untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan
organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai
mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua
kemungkinan dapat terjadi, yaitu :
- Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar
- Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas
yang menjadi tanggung jawabnya.
Dalam menumbuhkan suatu persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya
menggunakan empat macam hal sebagai pembanding, hal itu antara lain :
- Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima
berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat
pekerjaan dan pengalamannya;
- Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang
kualifikasi dan sifat pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan
sendiri;
- Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di
kawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis;
- Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan
jenis imbalan yang pada nantinya akan menjadi hak dari para pegawai yang
bersangkutan.
2. Teori Harapan
Victor Vroom (1964) mengembangkan sebuah teori motivasi berdasarkan
kebutuhan infernal, tiga asumsi pokok Vroom dari teorinya adalah sebagai
berikut :
1. Setiap individu percaya bahwa bila ia berprilaku dengan cara
tertentu, ia akan memperoleh hal tertentu. Ini disebut sebuah harapan hasil
(outcome expectancy) sebagai penilaian subjektif seseorang atas kemungkinan
bahwa suatu hasil tertentu akan muncul dari tindakan orang tersebut.
2. Setiap hasil mempunyai nilai, atau daya tarik bagi orang
tertentu. Ini disebut valensi (valence) sebagai nilai yang orang berikan kepada
suatu hasil yang diharapkan.
3. Setiap hasil berkaitan dengan suatu persepsi mengenai seberapa
sulit mencapai hasil tersebut. Ini disebut harapan usaha (effort expectancy)
sebagai kemungkinan bahwa usaha seseorang akan menghasilkan pencapaian suatu
tujuan tertentu.
Motivasi dijelaskan dengan mengkombinasikan ketiga prinsip ini.
Orang akan termotivasi bila ia percaya bahwa :
1. Suatu perilaku tertentu akan menghasilkan hasil tertentu
2. Hasil tersebut punya nilai positif baginya
3. Hasil tersebut dapat dicapai dengan usaha yang dilakukan
seseorang
Dengan kata lain Motivasi, dalam teori harapan adalah keputusan
untuk mencurahkan usaha.
3. Teori penetapan tujuan (goal setting theory)
Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki
empat macam mekanisme motivasional yakni :
(a) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian;
(b) tujuan-tujuan mengatur upaya;
(c) tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan
(d) tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana
kegiatan.
Teori ini juga mengungkapkan hal hal sebagai berikut :
• Kuat lemahnya tingkah laku manusia ditentukan oleh sifat tujuan
yang hendak dicapai.
• Kecenderungan manusia untuk berjuang lebih keras mencapai suatu
tujuan, apabila tujuan itu jelas, dipahami dan bermanfaat.
• Makin kabur atau makin sulit dipahami suatu tujuan, akan makin
besar keengganan untuk bertingkah laku.
4. Reinforcement Theory ( B.F. Skinner)
- Teori ini didasarkan atas “hukum pengaruh”
- Tingkah laku dengan konsekuensi positif cenderung untuk diulang,
sementara tingkah laku dengan konsekuensi negatif cenderung untuk tidak
diulang.
Rangsangan yang
didapat akan mengakibatkan atau memotivasi timbulnya respon dari seseorang yang
selanjutnya akan menghasilkan suatu konsekuensi yang akan berpengaruh pada
tindakan selanjutnya. Konsekuensi yang terjadi secara berkesinambungan akan
menjadi suatu rangsangan yang perlu untuk direspon kembali dan mengasilkan
konsekuensi lagi. Demikian seterusnya sehingga motifasi mereka akan tetap
terjaga untuk menghasilkan hal-hal yang positif.
5. Douglas McGregor (teori motivasi X dan Y).
Douglas McGregor yang menyatakan bahwa ada dua
pandangan tentang manusia : yang pertama pada dasarnya negatif (teori-X) dan
kedua pada dasarnya positif (teori-Y). McGregor berkesimpulan bahwa pandangan
seorang manajer tentang sifat manusia didasarkan atas pengelompokan asumsi
tertentu dan manmusia cenderung menyesuaikan perilakunya terhadap bawahannya
sesuai dengan asumsi-asumsi tersebut .
Ada empat asumsi yang dianut oleh para manajer dalam
teori-X, yaitu :
a) Pada dasarnya pegawai tidak menyukai pekerjaan, jika mungkin berusaha
menghindarinya.
b) Karena pegawai tidak menyukai pekerjaan, maka mereka harus dipaksa, dikendalikan,
atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan.
c) Para pegawai akan mengelakkan tanggung jawab dan mencari pengarahan yang
formal sepanjang hal itu terjadi.
d) Kebanyakan pegawai menempatkan rasa aman diatas faktor lain yang berhubungan
dengan pekerjaan yang akan memperlihatkan sedikit ambisi.
Sedangkan pandangan yang positif (teori-Y) adalah :
a.
Para pegawai dapat mnelihat pekerjaan sebagai sesuatu
yang biasa seperti halnya istirahat dan bermain.
b.
Manusia akan menentukan arahnya sendiri dan
mengendalikan diri, jika mereka merasa terikat kepada suatu tujuan.
c.
Rata-rata orang dapat belajar untuk menerima dan
mencari tanggung jawab.
d.
Kreativitas-kemampuan untuk membuat
keputusan-keputusan yang baik-tersebar luas pada seluruh populasi dan tidak
selalu merupakan hak dari mereka yang menduduki fungsi manajerial.
Implikasi dari teori-X
dan teori-Y terhadap teori organisasi, McGregor berargumentasi bahwa asumsi
teori-Y lebih disukai dan dapat membimbing para manajer dalam merancang organisasi
mereka serta dapat memotivasi pegawai-pegawainya. Secara singkat teori ini menyatakan bahwa dua pandangan yang jelas berbeda
mengenai manusia, pada dasarnya satu negatif (teori X) yang mengandaikan bahwa
kebutuhan order rendah mendominasi individu, dan satu lagi positif (teori Y)
bahwa kebutuhan order tinggi mendominasi individu.
Referensi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar