Kamis, 17 September 2015

Fitrah dan Citra Manusia



FITRAH DAN CITRA MANUSIA
Siti A. Toyibah 113600014/IV/C
ABSTRAK
Makalah ini berdasarkan pada fenomena kehidupan manusia di masa kini yang menunjukkan perkembangan ke arah yang negatif. Hal itu diakibatkan karena penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan oleh manusia itu sendiri. Padahal, manusia merupakan makhluk yang dapat mengaktualisasikan dirinya dan berkembang ke arah yang lebih baik.
Dalam psikologi sendiri, terdapat beberapa teori berbeda yang membahas tentang perkembangan manusia. Teori nativisme menyatakan bahwa perkembangan manusia ditentukan oleh unsur pembawaan, sedangkan menurut teori empirisisme, perkembangan manusia ditentukkan oleh unsur lingkungan.
Sementara itu, berbeda dengan teori-teori psikologi barat, psikologi islam berpendapat bahwa sejak lahir manusia memiliki citra yang baik. Artinya, manusia oleh Allah SWT sudah dilengkapi dengan potensi suci, ber-Islam, dan bertauhid. Namun, hal itu tergantung dari kehendak dan pilihan manusia itu sendiri, karena perkembangan tersebut juga dipengaruhi oleh lingkungan tempat manusia itu berada.
Berdasarkan pada uraian tersebut, maka sudah selayaknya nilai-nilai keislaman diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan. Termasuk pada ilmu psikologi. Karena hal tersebut berpanduan pada Al-Qur’an dan Hadits yang merupakan sumber pokok ajaran islam yang diturunkan oleh Allah SWT bagi seluruh umat muslim di muka bumi.
Nilai-nilai islam sendiri tercermin dalam aspek fitrah dan citra manusia yang dibahas menurut psikologi islam. Dimana fitrah merupakan citra asli manusia yang dapat dikembangkan dan dilihat manifestasinya dalam bentuk tingkah laku. Fitrah terbagi ke dalam beberapa jenis, termasuk yang paling utama adalah fitrah manusia untuk beriman kepada Allah SWT. Dalam fitrah beriman tersebut termasuk didalamnya aspek ruh begitu juga kalbu yang menjadi esensi kehidupan manusia.


Kata kunci: fitrah, citra, potensi



Secara etimologi, fitrah berarti penciptaan atau “terbukanya sesuatu dan melahirkannya”. Sedangkan menurut makna nasabi (pemahaman dari beberapa ayat dan hadits nabi), fitrah adalah citra asli yang dinamis yang terdapat pada sistem-sistem psikofisik manusia, dan dapat diaktualisasikan dalam bentuk tingkah laku. (M. Ishom El Saha, 2003: 175).
Maksud dari citra manusia disini adalah gambaran tentang diri manusia yang berhubungan dengan kualitas-kualitas asli manusiawi. Kualitas tersebut merupakan sunnah Allah yang dibawa sejak ia dilahirkan. Kondisi citra manusia secara potensial tidak dapat berubah, sebab jika berubah maka eksistensi manusia menjadi hilang. Namun secara aktual, citra itu dapat berubah sesuai dengan kehendak dan pilihan manusia. (Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, 2003:69).
Manusia adalah makhluk pilihan Allah yang mengemban tugas ganda, yaitu sebagai kholifah Allah dan Abdullah. Untuk mengaktualisasikan tugas ganda tersebut, maka Allah telah melengkapi manusia dengan sejumlah di potensi/fitrah dalam dirinya. (Baharuddin. 2005: 13)
Menurut Ibn al-Atsir dalam kitab al-Nihayat, seperti dikuti oleh Munthahhari (1998:9) mengatakan bahwa fitrah manusia adalah keadaan yang dihasilkan dari penciptaan. Munthahhari mengomentari lebih lanjut bahwa fitrah merupakan bawaan alami, yaitu sesuatu yang melekat dalam diri manusia. Bukan sesuatu yang diperoleh melalui usaha.
Pada dasarnya, fitrah manusia adalah senantiasa tunduk kepada zat yang hanif (Allah) melalui agama yang disyari’atkan padanya. Fitrah merupakan anugerah Allah yang telah diberikan-Nya kepada manusia sejak di dalam rahim. Ketika lahir, potensi anak belum diketahui. Pada masa ini seorang anak hanya membawa insting (gharizah), seperti menangis, merasakan haus, dan sebagainya. Dengan perangkat fisik dan psikisnya, potensi tersebut bertahap mengalami perkembangan ke arah yang lebih baik. (Samsul, Nizar, 2008: 122).
Menurut Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir (2003:77) Fitrah diungkap dalam Al-Qur’an sebanyak 20 kali yang tergelar di dalam 17 surat. Diantara ayat yang memuat fitrah adalah Q. S Ar-Rum: 30
óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $ZÿÏZym 4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pköŽn=tæ 4 Ÿw Ÿ@ƒÏö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 šÏ9ºsŒ ÚúïÏe$!$# ÞOÍhŠs)ø9$#  ÆÅ3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw tbqßJn=ôètƒ ÇÌÉÈ  
Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Q. S Ar-Ruum: 30)
Menurut M. Arifin (1994:88), di samping itu tedapat beberapa sabda Nabi SAW dengan beberpa riwayat dari para sahabat yang berbeda pula matannya. Sebuah sabda Nabi SAW yang populer, yang banyak disetir oleh para ulama yaitu adalah sebagai berikut:
كُلُّ مَوْلُوْدٍيُوْلَدُعَلَى اْلفِطْرَةِ فَاَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ اَوْيُنَصِّرَانِهِ اَوْيُمَجِّسَانِهِ
Artinya: “tiap-tiap anak dilahirkan diatas fitrah maka Ibu Bapaknyalah yang mendidiknya menjadi orang yang beragama yahudi, nashrani, dan majusi".
Syahminan Zaini (1986:5-9), Fitrah sendiri dalam jenisnya memilki dimensi-dimensi yang terpenting yaitu, sbb:
1.      Fitrah agama, sejak lahir manusia memiliki naluri atau insting beragama, Insting untuk mengakui adanya Dzat Maha Pencipta dan Maha Mutlak bahkan sejak di dalam roh (Q. S Al-A’raf: 172). Sehingga ketika dilahirkan ia berkecenderungan pada al-hanif, yakin rindu akan kebenaran mutlak (Allah).
2.      Fitrah intelek; Intelek adalah potensi bawaan yang mempunyai daya untuk memperoleh pengetahuan dan dapat membedakan dan buruk, yang benar dan yang salah. Daya fitrah ini dapat membedakan antara manusia dan hewan.
3.      Fitrah social; kecenderungan manusia untuk hidup berkelompok yang di dalamnya erbentuk suatu cirri-ciri yang khas yang disebut dengan kebudayan.
4.      Fitrah susila; kemampuan manusia untuk mempertahankan diri dari sifat-sifat amoral, atau sifat-sifat yang menyalahi tujuan Allah menciptakannya. Fitrah ini menolak sifat-sifat yang menyalhi kode etik yang telah disepakati oleh masyarakat Islam.
5.      Fitrah ekonomi (mempertahankan hidup); daya manusia untuk mempertahankan hidupnya dengan upaya memberikan kebutuhan jasmani, demi kelangsungan hidupnya. Maksud fitrah ini adalah memanfaatkan kekayaan alam sebagai realisasi dari tugas-tugas kekhalifahan dalam rangka beribadah kepada Allah SWT.
6.      Fitrah seni; kemampuan manusia yang menimbulkan daya estetika, yang mengacu padaal-jamal Allah SWT.
7.      Fitrah kemajuan, keadilan, kemerdekaan, kesamaan, ingin dihargai, kawin, cinta tanah air, dan kebutuhan-kebuthan hidup yang lainnya.Semua kebutuhan manusia adalah fitrahnya yang menuntut untuk dipenuhi.
Menurut Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, (2001:88-89), Citra unik manusia dalam Psikologi Islam dapat disederhanakan dalam beberapa point berikut ini:
Pertama, manusia dilahirkan dengan citra yang baik, seperti membawa potensi suci, ber-Islam, bertauhid, ikhlas, mampu memikul amanah Allah SWT untuk menjadi khalifah dan hamba-Nya di muka bumi, dan memiliki potensi dan daya pilih.
Dengan fitrahnya, manusia bersedia menerima amanah dari Allah SWT. Ikhwan Shafa lebih lanjut menjelaskan dengan ta’wil batiniy. Menurutnya, penerimaan ruh terhadap amanah di alam perjanjian itu terbagi pada dua kategori. yaitu, (1) ruh yang tahu (a’lim) dan arif hakikatnya. Kesaksiannya dapat diterima, (2) ruh yang bodoh jahl). Kesaksiannya itu salah dan tertolak. Kebodohan ruh disebabkan oleh kealphaan substansinya terhadap natur badannya yang ditempati nanti. Badan bernatur kotor dan buruk dapat mengotori kesucian ruh. Apabila ruh terlena oleh kenikmatan badani berarti penerimaannya dianggap sebagai yang sangat dzalim dan sangat bodoh.
Kedua, selain jasad, manusia memliki ruh yang berasal dari Tuhan. Ruh menjadi esensi kehidupan manusia. Melalui fitrah ruhani, maka (1) maka hakikat manusia tidak hanya dilihat dari aspek biologis, namun juga dari aspek ruhaniah. (2) Kebutuhan ruh yang utama adalah agama, yang teraktualisasi dalam bentuk ibadah. Beragama bukan berarti delusi, ilusi, atau irasional, tetapi menduduki tingkat supra kesadaran manusia. Agama menjadi frame dalam setiap aspek kehidupannya (3) periode kematian manusia bukan hanya diawali dari pra-natal sampai kematian, tetapi jauh sebelum dan sesudahnya masih terdapat alam lagi, yaitu alam perjanjian (pra kehidupan dunia), alam dunia, dan alam akhirat (pasca kehidupan dunia)
Ketiga, melalui fitrah nafsani (psikofisik) dalam psikologi islam maka (1) pusat tingkah laku adalah kalbu, bukan otak atau jasmani manusia. Selain hal itu didasarkan pada hadits Nabi, kalbu merupakan daya nafsani yang paling dekat dengan nature ruh, yang mana ruh menjadi esensi manusia. Jika kehidupan manusia dikendalikan oleh peran kalbu, maka kehidupannya akan selamat dan bahagia dunia-akhirat; (2) manusia dapat memperoleh pengetahuan tanpa diusahakan, seperti pengetahuan intuitif dalam bentuk wahyu dan ilham; (3) tingkat kepribadian manusia tidak hanya pada humanitas dan sosialitas, tetapi sampai pada berketuhanan.

KESIMPULAN
            Manusia adalah makhluk yang diberikan fitrah sejak lahir oleh Allah SWT. Fitrah tersebut merupakan citra asli yang baik yang dimiliki manusia. Fitrah manusia pada dasarnya adalah tunduk dan mengakui ke-Esaan Allah SWT. Fitrah yang disebut juga potensi, akan berkembang secara bertahap ke arah yang lebih baik sama hal nya dengan citra manusia yang akan akan berkembang bahkan berubah sesuai dengan kehendak dan pilihan manusia.
Terdapat beberapa jenis fitrah yaitu: fitrah agama, fitrah intelek, susila, sosial, ekonomi, seni dan kemajuan.
Adapun pusat tingkah laku manusia terletak pada kalbu, bukan pada otak ataupun jasmani manusia. Kalbu merupakan daya nafsani yang paling dekat dengan nature ruh, yang mana ruh merupakan esensi dari kehidupan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mujib Dan Jusuf Mudzakkir. 2001. Nuansa- Nuansa Psikologi Islam, Jakarta: Raja Wali Press
Baharuddin. 2005. Aktualisasi Psikologi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
El Saha, M Ishom. 2003. Sketsa Al-Qur’an. PT Lista Fariska Putra
Munawwir, Ahmad Warson. 1997. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap. Surabaya: Pustaka Progressif
Murtadha Munthahhari, 1989. Fitrah. Jakarta: Paramadina,
Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka Tentang Pendidikan Islam, 2008. Jakarta: Kencana
Arifin, 1994. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara
Syahminan, Zaini. 1986. Prinsip-prinsip Dasar Konsepsi Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia,






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tutorial Lengkap Agar disetujui Daftar Google Adsense

Sejak membuat BLOGOOBLOK, ratusan sudah postingan yang saya buat. Tidak sedikit diantaranya membahas  Google Adsense . Ini menandakan...