FITRAH DAN CITRA MANUSIA
Siti A. Toyibah 113600014/IV/C
ABSTRAK
Makalah
ini berdasarkan pada fenomena kehidupan manusia di masa kini yang menunjukkan
perkembangan ke arah yang negatif. Hal itu diakibatkan karena
penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan oleh manusia itu sendiri. Padahal,
manusia merupakan makhluk yang dapat mengaktualisasikan dirinya dan berkembang
ke arah yang lebih baik.
Dalam
psikologi sendiri, terdapat beberapa teori berbeda yang membahas tentang perkembangan
manusia. Teori nativisme menyatakan bahwa perkembangan manusia ditentukan oleh
unsur pembawaan, sedangkan menurut teori empirisisme, perkembangan manusia
ditentukkan oleh unsur lingkungan.
Sementara
itu, berbeda dengan teori-teori psikologi barat, psikologi islam berpendapat
bahwa sejak lahir manusia memiliki citra yang baik. Artinya, manusia oleh Allah
SWT sudah dilengkapi dengan potensi suci,
ber-Islam, dan bertauhid. Namun, hal itu tergantung dari kehendak dan pilihan
manusia itu sendiri, karena perkembangan tersebut juga dipengaruhi oleh
lingkungan tempat manusia itu berada.
Berdasarkan pada uraian tersebut, maka sudah selayaknya
nilai-nilai keislaman diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan. Termasuk pada
ilmu psikologi. Karena hal tersebut berpanduan pada Al-Qur’an dan Hadits yang
merupakan sumber pokok ajaran islam yang diturunkan oleh Allah SWT bagi seluruh
umat muslim di muka bumi.
Nilai-nilai islam sendiri tercermin dalam aspek fitrah
dan citra manusia yang dibahas menurut psikologi islam. Dimana fitrah merupakan
citra asli manusia yang dapat dikembangkan dan dilihat manifestasinya dalam
bentuk tingkah laku. Fitrah terbagi ke dalam beberapa jenis, termasuk yang
paling utama adalah fitrah manusia untuk beriman kepada Allah SWT. Dalam fitrah
beriman tersebut termasuk didalamnya aspek ruh begitu juga kalbu yang menjadi
esensi kehidupan manusia.
Kata
kunci: fitrah,
citra, potensi
Secara etimologi, fitrah berarti penciptaan atau
“terbukanya sesuatu dan melahirkannya”. Sedangkan menurut makna nasabi
(pemahaman dari beberapa ayat dan hadits nabi), fitrah adalah citra asli yang
dinamis yang terdapat pada sistem-sistem psikofisik manusia, dan dapat
diaktualisasikan dalam bentuk tingkah laku. (M. Ishom El Saha, 2003:
175).
Maksud dari citra manusia disini adalah gambaran tentang
diri manusia yang berhubungan dengan kualitas-kualitas asli manusiawi. Kualitas
tersebut merupakan sunnah Allah yang dibawa sejak ia dilahirkan. Kondisi citra
manusia secara potensial tidak dapat berubah, sebab jika berubah maka
eksistensi manusia menjadi hilang. Namun secara aktual, citra itu dapat berubah
sesuai dengan kehendak dan pilihan manusia. (Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir,
2003:69).
Manusia adalah makhluk pilihan Allah yang mengemban
tugas ganda, yaitu sebagai kholifah Allah dan Abdullah. Untuk
mengaktualisasikan tugas ganda tersebut, maka Allah telah melengkapi manusia
dengan sejumlah di potensi/fitrah dalam dirinya. (Baharuddin. 2005: 13)
Menurut Ibn al-Atsir dalam kitab al-Nihayat, seperti
dikuti oleh Munthahhari (1998:9) mengatakan bahwa fitrah manusia adalah keadaan
yang dihasilkan dari penciptaan. Munthahhari mengomentari lebih lanjut bahwa
fitrah merupakan bawaan alami, yaitu sesuatu yang melekat dalam diri manusia.
Bukan sesuatu yang diperoleh melalui usaha.
Pada dasarnya, fitrah manusia adalah senantiasa tunduk
kepada zat yang hanif (Allah) melalui agama yang disyari’atkan padanya. Fitrah
merupakan anugerah Allah yang telah diberikan-Nya kepada manusia sejak di dalam
rahim. Ketika lahir, potensi anak belum diketahui. Pada masa ini seorang anak
hanya membawa insting (gharizah), seperti menangis, merasakan haus, dan
sebagainya. Dengan perangkat fisik dan psikisnya, potensi tersebut bertahap
mengalami perkembangan ke arah yang lebih baik. (Samsul, Nizar, 2008: 122).
Menurut Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir (2003:77)
Fitrah diungkap dalam Al-Qur’an sebanyak 20 kali yang tergelar di dalam 17
surat. Diantara ayat yang memuat fitrah adalah Q. S Ar-Rum: 30
óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $ZÿÏZym 4
|NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pkön=tæ 4
w @Ïö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4
Ï9ºs ÚúïÏe$!$# ÞOÍhs)ø9$# ÆÅ3»s9ur usYò2r& Ĩ$¨Z9$# w tbqßJn=ôèt ÇÌÉÈ
Artinya: Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan
pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui. (Q. S Ar-Ruum: 30)
Menurut M. Arifin (1994:88), di samping itu tedapat beberapa
sabda Nabi SAW dengan beberpa riwayat dari para sahabat yang berbeda pula matannya.
Sebuah sabda Nabi SAW yang populer, yang banyak disetir oleh para ulama yaitu
adalah sebagai berikut:
كُلُّ مَوْلُوْدٍيُوْلَدُعَلَى اْلفِطْرَةِ فَاَبَوَاهُ
يُهَوِّدَانِهِ اَوْيُنَصِّرَانِهِ اَوْيُمَجِّسَانِهِ
Artinya: “tiap-tiap anak dilahirkan diatas fitrah maka Ibu
Bapaknyalah yang mendidiknya menjadi orang yang beragama yahudi, nashrani, dan
majusi".
Syahminan
Zaini (1986:5-9), Fitrah sendiri dalam jenisnya memilki dimensi-dimensi yang
terpenting yaitu, sbb:
1. Fitrah agama, sejak
lahir manusia memiliki naluri atau insting beragama, Insting untuk mengakui
adanya Dzat Maha Pencipta dan Maha Mutlak bahkan sejak di dalam roh (Q. S
Al-A’raf: 172). Sehingga ketika dilahirkan ia berkecenderungan pada al-hanif,
yakin rindu akan kebenaran mutlak (Allah).
2. Fitrah intelek; Intelek adalah potensi bawaan yang
mempunyai daya untuk memperoleh pengetahuan dan dapat membedakan dan buruk, yang
benar dan yang salah. Daya fitrah ini dapat membedakan antara manusia dan
hewan.
3. Fitrah social; kecenderungan manusia untuk hidup
berkelompok yang di dalamnya erbentuk suatu cirri-ciri yang khas yang disebut
dengan kebudayan.
4. Fitrah susila; kemampuan manusia untuk
mempertahankan diri dari sifat-sifat amoral, atau sifat-sifat yang menyalahi
tujuan Allah menciptakannya. Fitrah ini menolak sifat-sifat yang menyalhi kode
etik yang telah disepakati oleh masyarakat Islam.
5. Fitrah ekonomi (mempertahankan hidup); daya
manusia untuk mempertahankan hidupnya dengan upaya memberikan kebutuhan
jasmani, demi kelangsungan hidupnya. Maksud fitrah ini adalah memanfaatkan
kekayaan alam sebagai realisasi dari tugas-tugas kekhalifahan dalam rangka
beribadah kepada Allah SWT.
6. Fitrah seni; kemampuan manusia yang menimbulkan
daya estetika, yang mengacu padaal-jamal Allah SWT.
7. Fitrah kemajuan, keadilan, kemerdekaan, kesamaan,
ingin dihargai, kawin, cinta tanah air, dan kebutuhan-kebuthan hidup yang
lainnya.Semua kebutuhan manusia adalah fitrahnya yang menuntut untuk dipenuhi.
Menurut Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, (2001:88-89), Citra
unik manusia dalam Psikologi Islam dapat disederhanakan dalam beberapa point
berikut ini:
Pertama,
manusia dilahirkan dengan citra yang baik, seperti membawa potensi suci,
ber-Islam, bertauhid, ikhlas, mampu memikul amanah Allah SWT untuk menjadi
khalifah dan hamba-Nya di muka bumi, dan memiliki potensi dan daya pilih.
Dengan fitrahnya, manusia bersedia menerima amanah
dari Allah SWT. Ikhwan Shafa lebih lanjut menjelaskan dengan ta’wil batiniy.
Menurutnya, penerimaan ruh terhadap amanah di alam perjanjian itu terbagi pada
dua kategori. yaitu, (1) ruh yang tahu (a’lim) dan arif hakikatnya.
Kesaksiannya dapat diterima, (2) ruh yang bodoh jahl). Kesaksiannya itu salah
dan tertolak. Kebodohan ruh disebabkan oleh kealphaan substansinya terhadap
natur badannya yang ditempati nanti. Badan bernatur kotor dan buruk dapat
mengotori kesucian ruh. Apabila ruh terlena oleh kenikmatan badani berarti
penerimaannya dianggap sebagai yang sangat dzalim dan sangat bodoh.
Kedua,
selain jasad, manusia memliki ruh yang berasal dari Tuhan. Ruh menjadi esensi
kehidupan manusia. Melalui fitrah ruhani, maka (1) maka hakikat manusia tidak
hanya dilihat dari aspek biologis, namun juga dari aspek ruhaniah. (2)
Kebutuhan ruh yang utama adalah agama, yang teraktualisasi dalam bentuk ibadah.
Beragama bukan berarti delusi, ilusi, atau irasional, tetapi menduduki tingkat
supra kesadaran manusia. Agama menjadi frame
dalam setiap aspek kehidupannya (3) periode kematian manusia bukan hanya
diawali dari pra-natal sampai kematian, tetapi jauh sebelum dan sesudahnya
masih terdapat alam lagi, yaitu alam perjanjian (pra kehidupan dunia), alam
dunia, dan alam akhirat (pasca kehidupan dunia)
Ketiga,
melalui fitrah nafsani (psikofisik) dalam psikologi islam maka (1) pusat
tingkah laku adalah kalbu, bukan otak atau jasmani manusia. Selain hal itu
didasarkan pada hadits Nabi, kalbu merupakan daya nafsani yang paling dekat dengan
nature ruh, yang mana ruh menjadi esensi manusia. Jika kehidupan manusia dikendalikan
oleh peran kalbu, maka kehidupannya akan selamat dan bahagia dunia-akhirat; (2)
manusia dapat memperoleh pengetahuan tanpa diusahakan, seperti pengetahuan
intuitif dalam bentuk wahyu dan ilham; (3) tingkat kepribadian manusia tidak
hanya pada humanitas dan sosialitas, tetapi sampai pada berketuhanan.
KESIMPULAN
Manusia adalah makhluk yang
diberikan fitrah sejak lahir oleh Allah SWT. Fitrah tersebut merupakan citra
asli yang baik yang dimiliki manusia. Fitrah manusia pada dasarnya adalah
tunduk dan mengakui ke-Esaan Allah SWT. Fitrah yang disebut juga potensi, akan
berkembang secara bertahap ke arah yang lebih baik sama hal nya dengan citra
manusia yang akan akan berkembang bahkan berubah sesuai dengan kehendak dan
pilihan manusia.
Terdapat beberapa jenis fitrah yaitu: fitrah agama,
fitrah intelek, susila, sosial, ekonomi, seni dan kemajuan.
Adapun pusat tingkah laku manusia terletak pada kalbu,
bukan pada otak ataupun jasmani manusia. Kalbu merupakan daya nafsani yang
paling dekat dengan nature ruh, yang mana ruh merupakan esensi dari kehidupan
manusia.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul Mujib Dan Jusuf Mudzakkir. 2001. Nuansa-
Nuansa Psikologi Islam, Jakarta:
Raja Wali Press
Baharuddin. 2005.
Aktualisasi Psikologi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
El Saha, M Ishom. 2003. Sketsa Al-Qur’an. PT Lista Fariska Putra
Munawwir, Ahmad Warson. 1997. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap. Surabaya: Pustaka
Progressif
Murtadha Munthahhari, 1989. Fitrah. Jakarta: Paramadina,
Samsul Nizar, Memperbincangkan
Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka Tentang Pendidikan Islam, 2008.
Jakarta: Kencana
Arifin, 1994. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta:
Bumi Aksara
Syahminan, Zaini.
1986. Prinsip-prinsip Dasar Konsepsi Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam
Mulia,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar